PLTU Jadi yang Pertama Dikenakan Pajak Karbon, Tarifnya Rp 30 per Kg CO2e

22 Oktober 2021 10:38 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Lontar Unit 4 di Balaraja, Tangerang. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Lontar Unit 4 di Balaraja, Tangerang. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah resmi menerapkan pajak karbon untuk mengurangi emisi. Aturan itu tertuang dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan akan mulai diberlakukan pada 1 April 2022.
ADVERTISEMENT
Plt Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Pande Putu Oka Kusumawardhani, mengatakan dalam penerapannya Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU akan menjadi sektor pertama yang dikenakan pajak. Adapun tarif pajak yakni Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e).
"Rencananya akan mulai diterapkan mulai 1 April 2022. Di mana untuk tahap awal ini akan diterapkan pada sektor pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU batu bara," ujar Pande dalam diskusi virtual INDEF, Jumat (22/10).
Dia mengakui, tarif pajak yang dikenakan Rp 30,00 per kilogram CO2e masih rendah. Sebab pengenaan tarif karbon merupakan hal baru dan masih tahap pengenalan.
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik PLN. Foto: PLN
Sementara dalam mekanismenya, subjek pajak bisa menyertakan sertifikat karbon untuk mengurangi beban kewajiban pajak. Dalam pengenaan tarif sebenarnya memang tidak seluruh karbon akan dikenakan pajak, hanya karbon yang melewati batas tertinggi yang akan dikenakan pajak.
ADVERTISEMENT
"Mekanismenya apa yang digunakan adalah mekanisme pajak yang mendasarkan pada batas emisi cap and tax. Artinya kita akan lihat tidak seluruh emisi dari karbon yang akan dikenakan pajak, tapi ada batas tertentu, batas emisi teratas atau tertinggi yang nantinya dikenakan pajak," jelasnya.
"Dalam penerapannya, dapat memanfaatkan mekanisme memanfaatkan sertifikat karbon yang dibeli di pasar karbon sebagai pengurang dari kewajiban pajak karbon," lanjutnya.
Terkait perluasan penerapan pajak karbon, kata dia, ke depan akan dilakukan secara bertahap dan hati-hati. Dalam perluasannya akan memperhatikan beberapa faktor misalnya kesiapan sektor dan kondisi ekonomi Indonesia.