Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya
PLTU Mau Dipensiunkan, RI Butuh Rp 774 T Bangun 22 GW Pembangkit Listrik EBT
ADVERTISEMENT
Pemerintah berencana pensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU ) demi mengurangi emisi karbon. Rencana besar ini pun dibarengi dengan pembangunan pembangkit listrik yang ramah lingkungan. Tapi, dana yang dibutuhkan tak sedikit.
ADVERTISEMENT
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan Indonesia USD 50 miliar atau sekitar Rp 774 triliun (kurs Rp 15.495 per dolar AS) untuk membangun 22 gigawatt (GW) pembangkit energi baru terbarukan (EBT).
Arifin mengatakan, rencana ini akan dilakukan dalam 10 tahun mendatang, atau hingga tahun 2032. Hal ini bertujuan mengakselerasi bauran listrik EBT dalam energi primer nasional.
"Dalam 10 tahun ini, kami berencana untuk membangun 22 gigawatt energi terbarukan di sistem kami, dan kemudian diperkirakan akan menelan biaya USD 50 miliar," ujarnya saat B20 Summit di Bali International Convention Center (BICC) Nusa Dua, Minggu (13/11).
Dia melanjutkan, untuk jangka panjang, pemerintah juga berkomitmen membangun transmisi, mengingat Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Menurut dia, hal ini menjadi peluang bisnis besar bagi para pelaku usaha.
ADVERTISEMENT
"Kami harus menghubungkan energi, kami memiliki energi itu sendiri, kami harus menggunakan sumber kami sendiri dan kemudian kami harus bekerja sama dengan anda semua pebisnis," tegasnya.
Keterbatasan Teknologi Hambat Transisi Energi Indonesia
Arifin menambahkan, dalam rangkaian acara presidensi G20 Indonesia, para menteri telah membuat sembilan prinsip transisi energi yang tercantum dalam Bali Compact.
Sembilan prinsip tersebut, lanjut dia, berisi bagaimana dunia memastikan proses transisi dengan melakukan efisiensi energi, disertai peran EBT, peran keuangan, ketersediaan teknologi dan juga penelitian dan pembangunan. Seluruh anggota G20 pun sudah menyatakan target mencapai emisi nol bersih.
"Tentunya untuk mencapai target tersebut kita tidak bisa bekerja sendiri. Kami membutuhkan partisipasi komunitas bisnis untuk berpartisipasi dengan mereka," ungkap dia.
Lanjut Arifin, salah satu prinsip yaitu sektor teknologi sangat berperan penting. Dia mengungkap, sejauh ini baru 50 persen teknologi yang tersedia untuk digunakan, hal ini tentunya belum cukup.
ADVERTISEMENT
"Untuk melakukan transisi itu membutuhkan anggaran, USD 131 triliun menurut IRENA. Ini harus dikumpulkan bersama sumber keuangan, lembaga jasa keuangan, dan harus didistribusikan kembali ke semua negara yang bukan negara maju, tetapi juga negara berkembang dan negara kurang berkembang," tuturnya.
Menurut dia, kerja sama dalam upaya transisi energi adalah sebuah keharusan. Selain penyelarasan program, ketersediaan sumber daya juga wajib diperlukan. Dia menyebut Indonesia beruntung diberkati potensi EBT yang melimpah.
"Kami berencana untuk membangun kapasitas listrik kami 500 gigawatt pada tahun 2060. Kami memiliki potensi ribuan gigawatt EBT, yang kita butuhkan adalah ketersediaan teknologi," jelas Arifin.
Arifin mengatakan, kebutuhan teknologi dan keuangan di sektor transisi energi bisa ditopang oleh keterlibatan industri. Dia pun meminta para pelaku usaha dan investor turut mendukung komitmen pemerintah ini.
ADVERTISEMENT
"Kali ini kita meminta kerja sama dalam sektor bisnis, bagaimana kita mengolah mineral ini bersama-sama dan membantu juga negara kita untuk menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan, kemudian kita bagikan produk ini untuk pasar global," pungkas dia.