Poin Penting Omnibus Law Cipta Kerja yang Dibahas dan Diserahkan Diam-diam

13 Februari 2020 7:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Ketua DPR RI Puan Maharani dan menteri lainnya, menunjukkan draf Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Ketua DPR RI Puan Maharani dan menteri lainnya, menunjukkan draf Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah akhirnya menyerahkan Surat Presiden sekaligus draf dan naskah akademik Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja ke DPR RI. Rancangan beleid ‘sapu jagat’ ini selanjutnya akan dibahas melalui mekanisme DPR.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, penyerahan tersebut sempat dilakukan secara diam-diam. Untuk lebih jelasnya, berikut kumparan rangkum fakta-fakta RUU Omnibus Law Cipta Kerja:

Kucing-kucingan dengan Media

Kedatangan sejumlah menteri ke DPR RI siang itu, Rabu (12/2), dinilai mencurigakan. Sejumlah mobil dinas menteri mendatangi Gedung Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR RI sejak pukul 13.00 WIB. Namun, mobil-mobil tersebut berhenti tak di depan pintu utama Setjen DPR RI, melainkan pintu samping dan belakang.
Para menteri tersebut di antaranya Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Menteri ATR Sofjan Djalil, Menteri KLHK Siti Nurbaya, hingga Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Saat ditanya para media, mereka pun enggan mengakui bahwa kedatangannya tersebut untuk menyerahkan Surat Presiden dan draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
ADVERTISEMENT
Tidak diketahui alasan para menteri menyerahkan berkas kontroversial itu secara diam-diam. Di sisi lain, siang itu di luar area DPR RI juga tengah berlangsung aksi buruh untuk menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja, yang dinilai hanya menguntungkan pengusaha.
Bocornya penyerahan Surat Presiden terakit RUU Omnibus Law Cipta Kerja itu berasal dari agenda harian Airlangga. Awalnya, Airlangga dijadwalkan menyerahkan Surpres RUU Omnibus Law Cilaka ke DPR RI pukul 11.00 WIB. Namun agenda ini kembali ditarik Humas Kemenko karena adanya rapat terbatas di Istana Bogor.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Ketua DPR RI Puan Maharani menunjukkan draf Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Foto: Helmi Afandi/kumparan
Setelah kedatangan para menteri itu terendus media, baru lah mereka memutuskan untuk mengadakan konferensi pers (konpers). Hal ini jelas dilakukan tanpa rencana.
Para media diminta tiga kali berpindah tempat konpers. Pertama, seluruh media diberitahu bahwa konpers akan berlangsung di ruang pimpinan DPR RI yang berada di lantai 2 Gedung Nusantara III. Setelah itu, para media kembali diminta turun dan diberitahu bahwa konpers akan dilaksanakan di dekat lift.
ADVERTISEMENT
Lokasi konpers kemudian dipindah ke podium Gedung Nusantara III. Tak ada microphone maupun speaker. Bahkan saat para menteri itu tiba di lokasi konpers, harus menunggu sekitar 10 menit demi menunggu petugas membawa microphone. Akhirnya, konpers dadakan itu dimulai ‘seadanya’ sekitar pukul 14.30 WIB.

Berganti Nama

Ketua DPR RI Puan Maharani memastikan RUU Omnibus Law di sektor ketenagakerjaan itu berganti nama menjadi Cipta Kerja, bukan lagi Cipta Lapangan Kerja (Cilaka). Namun ia enggan menjelaskan secara detail alasan pergantian rancangan beleid sapu jagat tersebut.
"Hari ini disampaikan oleh Pak Menko Perekonomian, Bu Menkeu, Menaker, dan lainnya untuk bisa berkoordinasi terkait dengan RUU Omnibus Law Cipta Kerja, bukan lagi Cilaka ya," ujar Puan saat konpers.
ADVERTISEMENT
RUU itu mencakup 79 Undang-Undang, 15 bab, dan 174 pasal. Nantinya, RUU Omnibus Law itu akan dibahas sesuai dengan mekanisme di legislatif. Namun Puan pun belum mengetahui, apakah nantinya dibahas melalui Badan Legislatif (Baleg) atau dibentuk Panitia Khusus (Pansus).
"DPR belum tahu isinya, hanya disampaikan tadi 164 pasal dan akan melibatkan tujuh komisi. Dan akan saya jalankan mekanisme DPR, apakah Baleg atau Pansus, karena kan ini melibatkan tujuh komisi terkait dari beberapa klaster," jelasnya.
Sejumlah buruh melakukan aksi tolak Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Jakarta, Senin (13/1). Foto: Fanny Kusumawardhani

Diskusi Publik melalui DPR

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengakui bahwa draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang diserahkan ke DPR itu belum melalui diskusi publik atau public hearing. Menurutnya sesi dengar pendapat publik akan diserahkan ke DPR melalui Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU).
ADVERTISEMENT
"Untuk itu (public hearing), mekanisme pembahasan di DPR itu namanya ada RDPU," kata Airlangga.
Namun dia berjanji, akan melakukan sosialisasi RUU Omnibus Law itu ke masyarakat. "Jadi sesudah Surpres ini diberikan, pemerintah dan DPR akan sosialisasi ke seluruh provinsi bersama dengan komisi terkait," jelasnya.
Sebelumnya, sejumlah pihak, utamanya buruh, mempertanyakan mengenai RUU Omnibus Law yang dinilai hanya mementingkan pengusaha. Kalangan buruh bahkan mengaku tak pernah dilibatkan dalam pembuatan draf tersebut.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, hingga saat ini pun pemerintah tak membuka diskusi dengan para pekerja mengenai sejumlah pasal di RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Padahal, aturan mengenai ketenagakerjaan itu semestinya melibatkan pengusaha dan juga pekerja.
ADVERTISEMENT

Bebas Royalti untuk Pengusaha Batu Bara

Airlangga menyebutkan, royalti nol persen hanya berlaku untuk pengusaha batu bara yang membangun pabrik di Indonesia.
“Kalau bikin pabrik, maka dia tidak harus bayar royalti. Jadi volumenya tergantung pabrik. Misalnya dimethyl ether (DME), bahan baku untuk DME tidak menjadi objek royalti," katanya.
Dia pun menegaskan, jika perusahaan tambang batu bara itu tidak memiliki pabrik, maka tetap akan membayar royalti ke negara yang sebesar rata-rata 13,5 persen.
"Hanya kalau bikin pabrik. Kalau tidak bikin pabrik dia tidak nol. Itu namanya fasilitas," jelasnya.
Sebuah truk pengangkut pasir melintas di area tambang batu bara Adaro, Kalimantan Selatan. Foto: Michael Agustinus/kumparan
Secara terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani enggan menanggapi pembebasan royalti bagi pengusaha batu bara di RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Dia hanya tersenyum dan masuk ke mobil dinasnya tanpa mengucap sepatah kata pun.
ADVERTISEMENT
Dengan royalti nol persen, maka penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tentunya akan berkurang drastis. Selama ini, sektor tambang dan mineral merupakan penyumbang PNBP terbesar di sektor nonmigas.
Pada 2018 saja, PNBP di sektor mineral dan batu bara (minerba) mencapai Rp 50 triliun, yang sekitar 80 persen di antaranya berasal dari setoran pengusaha batu bara.
Akan tetapi, Kementerian ESDM mengklaim pengurangan PNBP itu tak akan merugikan negara.
"Ya (PNBP) berkurang sedikit tapi manfaat di hilirnya besar," kata Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (11/2)

Pemanis Korban PHK

Pemerintah menegaskan karyawan yang kena pemutusan hubungan kerja (PHK) akan tetap mendapat pesangon. Tak hanya itu, dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja, karyawan kena PHK juga akan mendapat lima kali gaji.
ADVERTISEMENT
Airlangga menuturkan, pengusaha wajib memberikan bonus bagi pekerja yang setidaknya sudah bekerja selama satu tahun sebesar lima kali gaji. Aturan ini hanya berlaku untuk perusahaan-perusahaan dengan ukuran bisnis besar.
Sweetener itu berlaku untuk semua pekerja yang resmi, dan itu perusahaan bukan perusahaan kecil. Perusahaan besar,” kata dia.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan, salah satu yang baru dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja adalah soal jaminan bagi pekerja yang menjadi korban PHK.
"Yang kita perkenalkan di formula pesangon adalah jaminan kehilangan pekerjaan. Cash benefit kemudian vokasi (pelatihan) dan placement (kerja baru)," kata Ida di Istana Bogor.
Menurut Ida, sebelumnya tidak ada aturan mengenai jaminan pekerjaan dan kehilangan kerja. Menurut dia, pekerja yang menjadi korban PHK akan dijamin mendapatkan pesangon 5 kali gaji.
ADVERTISEMENT
"Itu bagian dari top-up kompensasi PHK, itu pengaturan PHK juga akan diatur di UU Omnibus Law, berapa lama dia masa kerjanya, akan mendapat apa, akan diatur," sebutnya.
Infografik Omnibus Law. Foto: Kiagoos Aulianshah/kumparan