Populer: Kasus Fraud Indofarma Rp 470 M; Tak Semua RS Siap Terapkan KRIS

22 Mei 2024 5:57 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Indofarma. Foto: Indofarma
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Indofarma. Foto: Indofarma
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kementerian BUMN menyatakan adanya dugaan fraud atau korupsi pada PT Indofarma Tbk (INAF) senilai Rp 470 miliar. Hal itu menyusul laporan dari Badan Pemerikasa Keuangan (BPK), yang menunjukan adanya indikasi tindak pidana pengelolaan keuangan Indofarma. Kabar tersebut menjadi berita populer di kumparanBISNIS pada Selasa (21/5).
ADVERTISEMENT
Kabar lainnya yang ramai dibaca publik yaitu pernyataan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang mengungkapkan tidak semua rumah sakit (RS) di Indonesia siap menerapkan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), pengganti kelas BPJS Kesehatan, yang mulai berlaku paling lambat 30 Juni 2025.
Berikut rangkuman berita populer di kumparanBisnis:

Kasus Fraud Indofarma Rp 470 M

Stafsus BUMN, Arya Sinulingga dalam Editor's Talk Forum Pemred di Gedung Antara, Jakarta Pusat, Rabu (27/3). Foto: Fadlan Nuril Fahmi/kumparan
Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, menyebut angka dugaan fraud itu ditemukan berdasarkan hasil audit internal perusahaan. Adapun dugaan fraud tersebut berasal dari anak usaha Indofarma yakni Indofarma Global Media. Anak usaha tersebut bertugas mendistribusikan dan menjual produk obat milik Indofarma.
Arya mengatakan hasil penjualan produk dari IGM tidak diserahkan kepada Indofarma. Padahal, IGM sudah menerima pembayaran penuh dari konsumen atau pihak ketiga.
ADVERTISEMENT
"Jadi tagihan-tagihan mereka, sudah masuk. Tapi dia nggak kasih ke Indofarma. Di situlah problem besarnya dari Indofarma ini. Jadi itu yang (juga) ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) fraud-nya itu," ungkapnya.

Tak Semua RS Siap Terapkan KRIS

Diskusi Dialektika Demokrasi di DPR soal perubahan BPJS Kesehatan menjadi KRIS, Selasa (21/5/2024). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan tidak semua rumah sakit (RS) di Indonesia siap menerapkan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), sebagai pengganti kelas BPJS Kesehatan.
Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kemenkes, Yuli Astuti Saripawan, menuturkan tugasnya mendampingi perbaikan rumah sakit agar memiliki 12 kriteria sesuai aturan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
"Untuk melihat kesiapan, karena begitu banyaknya rumah sakit, kami membuka melalui self assessment, jadi rumah sakit mengisi sendiri melalui RS online. Semua sudah tergambar rumah sakit yang sudah memenuhi kriteria 1 misalnya kriteria 1-9 atau 1-10," jelasnya
ADVERTISEMENT
Dari total 3.176 rumah sakit yang ada di Indonesia, Yuli menyebutkan, Kemenkes menargetkan 3.060 rumah sakit mengikuti self assessment atau penilaian mandiri. Namun, hanya 2.858 rumah sakit saja yang mengisi penilaian tersebut.
Adapun dari 2.858 rumah sakit, hanya 81,6 persen rumah sakit yang memenuhi 12 kriteria KRIS, kemudian 3,3 persen memenuhi 11 kriteria, 0,9 persen memenuhi 10 kriteria, 1,2 persen memenuhi 9 kriteria, sementara sisanya atau 13 persen tidak memenuhi kriteria sama sekali.
Yuli menyebutkan berdasarkan evaluasi Kemenkes, kriteria paling sulit terealisasi adalah kamar mandi dalam dan outlet oksigen sentral terutama di rumah sakit kelas C dan D. Pasalnya, rumah sakit biasanya menggunakan oksigen tabung.
"Itu yang agak sulit dengan 12 kriteria, yang seperti saya sampaikan, ada kamar mandi dalam dan oksigen itu agak sulit. Tapi kalau yang lainnya rata-rata memenuhi," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi kesulitan fasilitas di rumah sakit kelas C dan D, Yuli mengusulkan pemerintah setempat bisa melakukan intervensi dengan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK).
"Mereka yang memang kekuatan dia tidak mampu, kita support melalui dana DAK untuk melakukan renovasi, judulnya bukan bangunan baru. Karena secara pembiayaan kan kita tidak mungkin ya, itu yang masih mungkin sedang kita pikirkan. Tetapi kami mendorong," tutur Yuli.