Populer: Pandemi Bikin Apartemen di Jakarta Tak Laku, Mobil Baru Bebas Pajak

21 September 2020 7:03 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi apartemen Foto: Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi apartemen Foto: Unsplash
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pandemi COVID-19 membuat puluhan ribu apartemen di Jakarta tak laku dijual. Berita tersebut menjadi berita yang paling banyak dibaca. Selain itu, ada juga berita soal wacana penghapusan pajak mobil. Berikut kumparan merangkum berita populer, Minggu (20/9).
ADVERTISEMENT

Puluhan Ribu Apartemen di Jakarta Tak Laku Dijual

Konsultan Properti Indonesia, Leads Property Indonesia mencatat hingga 31 Agustus 2020 sebanyak 21.501 unit apartemen tak laku di Jakarta. Penyebabnya, pandemi COVID-19 membuat para pembeli khususnya investor khawatir.
"Mayoritas karena masalah itu (pandemi)," kata CEO Leads Property Service Indonesia Hendra Hartono kepada kumparan, Sabtu (19/9).
Berdasarkan distribusi wilayah, kawasan Jakarta Selatan mendominasi apartemen tak laku dengan jumlah 9.186 unit. Disusul kawasan Jakarta Barat dengan 5.927 unit.
Kemudian Jakarta Utara 2.234, dan Jakarta Pusat 1.441 unit. Khusus CBD Jakarta terdapat 2.713 unit yang merupakan apartemen dengan klasifikasi mewah.
“Luas 3 bedroom yang paling susah dijual, karena harganya tinggi dan cenderung developer tidak banting harga,” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Hendra menambahkan jika hitung berdasarkan kelas, ada 16.658 unit apartemen untuk kelas menengah ke atas. Lalu kelas menengah ke bawah ada 4.843 unit.
“Pada umumnya apartemen middle low cepat terserap oleh pasar,” imbuhnya.
Wacana Bebas Pajak untuk Mobil Baru
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, meminta Kementerian Keuangan membebaskan pajak mobil baru atau memberlakukan pajak 0 persen.
Hal ini dimaksudkan untuk mendongkrak produksi dan penjualan otomotif, khususnya di masa pandemi.
"Kami sudah mengusulkan kepada Menteri Keuangan untuk relaksasi pajak mobil baru 0 persen sampai bulan Desember 2020,” kata Agus lewat keterangan resmi, Senin (14/9).
Pengamat otomotif yang juga dosen Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, mendukung usulan tersebut. Menurut dia, dengan relaksasi pajak mobil baru bisa meningkatkan daya beli masyarakat. Jika daya beli meningkat, otomatis akan mendorong produksi kendaraan bermotor.
Ilustrasi pembelian mobil baru. Foto: dok. Auto
Sebagian dari harga mobil baru yang dibayarkan konsumen, merupakan pajak yang masuk kas pemerintah pusat., seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) berkisar antara 10 hingga 125 persen, bergantung dari jenis mobilnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu ada juga pajak yang masuk kas pemerintah daerah, seperti Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) berkisar 10 hingga 12,5 persen. Lalu Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) sebesar 2,5 persen.
Ketua I Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia), Jongkie Sugiarto, menyatakan pihaknya juga telah mengusulkan agar pemerintah memberikan stimulus atau insentif yang tetap sasaran. Yakni yang langsung berdampak pada penurunan harga mobil.
"Untuk antisipasi hal tesebut, maka Gaikindo mengusulkan agar ada stimulus yang langsung mengena kepada harga mobil baru dengan memberikan potongan pajak-pajak, seperti PPN, PpnBM, BBN KB dan juga PKB," kata dia.
Menurutnya, kalau pajak-pajak mobil baru itu jadi 0 persen, akan menekan harga mobil sekitar setengahnya dari saat ini. Hal ini sejalan dengan hitungan Yannes. Menurutnya total biaya langsung yang berhubungan dengan kendaraan yang dijual ada di kisaran 60 persen.
ADVERTISEMENT
Itu sudah termasuk margin untuk produsen dan penjual. Sehingga kalau pajaknya dihapuskan, akan menghilangkan 40-an persen dari komponen harga jual mobil baru yang selama ini ditanggung konsumen.