news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Potensi Penerimaan Negara Capai Rp 17,5 T dari Simplifikasi Cukai Rokok

9 September 2020 13:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pegawai pabrik rokok melakukan produksi manual. Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
zoom-in-whitePerbesar
Pegawai pabrik rokok melakukan produksi manual. Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
ADVERTISEMENT
Masyarakat masih menanti kebijakan cukai hasil tembakau atau rokok yang akan diumumkan pemerintah pada akhir bulan ini. Tarif cukai rokok dipastikan naik pada tahun depan.
ADVERTISEMENT
Namun, kebijakan penyederhanaan struktur tarif atau simplifikasi cukai rokok belum mendapat kepastian. Padahal pemerintah telah memiliki rancangan jangka panjang sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77 Tahun 2020.
Dalam beleid itu disebutkan, layer cukai rokok akan berkurang menjadi hanya 3-5 layer di 2024, dari saat ini sebanyak 10 layer.
Ketua Tim Peneliti dari Pusat Kajian dan Pengembangan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Brawijaya, Abdul Ghofar, menjelaskan bahwa pemerintah semestinya menjalankan simplifikasi cukai rokok di tahun depan. Menurutnya, hal tersebut akan berdampak positif bagi penerimaan negara.
“Kami melakukan simulasi, andai saja roadmap simplifikasi cukai hasil tembakau dijalankan oleh pemerintah, total potensi penerimaan negara dari skema tersebut adalah Rp 17,57 triliun,” ujar Abdul Ghofar dalam laporan Hasil Penelitian Cukai Hasil Tembakau: Roadmap Simplifikasi, Celah Kebijakan dan Dampaknya yang diterima kumparan, Rabu (9/9).
Ilustrasi Rokok bercukai. Foto: Antara/Yusran Uccang
Selain itu, jika pemerintah memangkas layer menjadi hanya 5 layer, maka potensi penerimaan negara secara keseluruhan naik Rp 10,12 triliun. Dan penerimaan cukai akan bertambah hingga Rp 237,79 triliun di 2023.
ADVERTISEMENT
“Hasil simulasi kami jika struktur tarif cukai disederhanakan menjadi 5 layer, pendapatan cukai diproyeksikan bertambah menjadi Rp 237,79 triliun pada 2023,” katanya.
Sementara itu, skema simplifikasi lainnya yang bisa menjadi opsi bagi pemerintah adalah penggabungan batasan produksi sigaret putih mesin (SPM) dan sigaret kretek mesin (SKM). Penggabungan batasan produksi segmen rokok mesin ini diperkirakan akan menaikkan penerimaan cukai sebesar Rp 3,55 triliun.
Dalam laporan tersebut juga ditulis bahwa pemerintah memiliki kesempatan untuk mengevaluasi struktur tarif cukai yang saat ini 10 layer. Jika dibandingkan dengan negara lain, Indonesia memiliki struktur tarif cukai yang kompleks serta banyaknya golongan dan tarif yang ada.
“Banyaknya golongan membuat banyak perusahaan besar dan perusahaan asing yang memanfaatkannya untuk membayar cukai di golongan yang lebih rendah, dengan tarif cukai yang lebih murah,” tulisnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, struktur tarif cukai rokok yang kompleks juga masih memiliki celah. Salah satunya masih memungkinkan produsen rokok menjual produknya di bawah 85 persen dari harga jual eceran.
Potential loss dari diskon rokok cukup besar. Potential loss pemerintah sekitar Rp 3,89 triliun,“ tambahnya.
Dalam RAPBN 2021, penerimaan cukai rokok ditargetkan Rp 172,8 triliun, naik 4,8 persen dari target tahun ini sebesar Rp 164,9 triliun.
Hingga Juli 2020, penerimaan cukai mencapai Rp 88,4 triliun atau tumbuh 7 persen (yoy). Dari penerimaan tersebut, cukai rokok menyumbang paling besar yakni Rp 85,5 triliun atau tumbuh 8,09 persen (yoy), salah satunya karena adanya kenaikan tarif cukai rokok rata-rata sebesar 23 persen sejak Januari 2020.
ADVERTISEMENT