news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Potongan Pajak Rokok untuk BPJS Kesehatan Berbeda di Setiap Daerah

22 September 2018 14:12 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
ADVERTISEMENT
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan memotong pajak rokok yang diterima daerah untuk menambal defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) yang ditandatangani Presiden Joko Widodo, akhir pekan lalu.
ADVERTISEMENT
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menjelaskan, pemotongan pajak rokok hanya berlaku untuk pemerintah provinsi/kota/kabupaten yang tak tertib membayar iuran peserta yang didaftarkan melalui program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).
Adapun pemotongan maksimal, yakni 75 persen dari 50 persen alokasi penerimaan pajak rokok daerah. Artinya pemotongan pajak rokok antar daerah akan berbeda-beda.
“Pemotongannya beda-beda, maksimum potongannya 37,5 persen, itu hitungannya 50 persen dikali 75 persen pajak rokok,” kata Mardiasmo saat ditemui di Kemenkeu, Jakarta Pusat, Jumat (21/9) kemarin.
Dia pun mengungkapkan, potensi pajak rokok yang diterima daerah selama tahun 2018 sebesar Rp 5,51 triliun. Namun nantinya pajak rokok yang dipotong ke daerah untuk tahun ini, perhitungannya dimulai pada bulan Agustus-Desember 2018.
Dirut BPJS Kesehatan, Fachmi Idris menunjukkan Kartu Indonesia Sehat , Rabu (5/9).
 (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Dirut BPJS Kesehatan, Fachmi Idris menunjukkan Kartu Indonesia Sehat , Rabu (5/9). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
“Kita sesuaikan dengan jumlah tunggakan mereka. Itu 5 bulan dari Agustus, September, Oktober, November, Desember. Jadi 5/12 dikalikan Rp 5,51 triliun, yang akan kita potong Rp 1,1 triliun,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data BPJS Kesehatan, beberapa pemerintah daerah tidak rutin membayar iuran dan cenderung mendaftarkan penduduk yang memiliki penyakit risiko tinggi. Hal itu menyebabkan segmen peserta yang didaftarkan pemerintah daerah selalu alami defisit.
Di tahun 2014, peserta yang didaftarkan pemda berkontribusi terhadap defisit BPJS Kesehatan sebesar Rp 1,45 triliun, di tahun 2015 berkontribusi sebesar Rp 1,68 triliun, 2016 berkontribusi sebesar Rp 1,22 triliun dan tahun 2017 berkontribusi sebesar Rp 1,68 triliun.
“Tapi nanti kalau pemda itu 37,5 persen pajak rokoknya sudah digunakan untuk bantu BPJS, (walaupun masih kurang membayar iuran) ya enggak dipotong lagi. Sudah cukup kewajibannya,” kata Mardiasmo.