PPKM Darurat Beratkan Pedagang Gorengan dan Dikeluhkan Pengusaha Angkutan

17 Juli 2021 11:27 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga mengantre saat membeli gorengan, Bandung, Jumat (24/4). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Warga mengantre saat membeli gorengan, Bandung, Jumat (24/4). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
ADVERTISEMENT
Kebijakan PPKM Darurat yang diterapkan sejak 3 Juli lalu bikin pedagang kaki lima hingga pengusaha angkutan keteteran. Penurunan omzet dan pembatasan jam operasional kerap mereka rasakan setiap harinya.
ADVERTISEMENT
Semenjak kebijakan Instruksi Mendagri Nomor 15 Tahun 2021 diberlakukan, warung milik Rizky Dian (28) kian sepi. Ia mengelola usaha warung bersama neneknya di kawasan Sidomulyo, Kota Batu, Jawa Timur.
PPKM Darurat ini langsung memangkas omzet penjualan hingga 50 persen, kebetulan ia seorang pedagang gorengan. Rizky biasanya membuka lapak dari pukul 17.00 hingga pukul 22.00 WIB. Pemasukannya kian menipis karena di masa PPKM darurat, sebab jam operasional warungnya dibatasi hanya sampai pukul 20.00 WIB. Dagangannya pun tak habis terjual.
“Biasanya kan jam 9 (gorengan) baru habis, sekarang masih sisa,” katanya kepada kumparan, Jumat (16/7).
Pria yang bekerja sampingan sebagai driver ojek online ini menuturkan pengalaman yang kurang mengenakkan dari Satpol PP. Sebanyak 10 orang lebih merazia warungnya akibat ramainya pembeli sekitar dua hari lalu.
ADVERTISEMENT
Salah satu dari anggota Satpol PP tersebut membentak neneknya yang kebetulan pada saat itu menjaga warung. Neneknya hanya bisa tersenyum sambil mulai menutup lapak.
“Nenekku dibentak, nadanya tinggi. ‘Jangan ketawa-tawa, nanti kalau terus-terusan (buka) didenda lho’,” ujar Rizky menirukan ucapan salah satu petugas Satpol PP.
Rizky pun tak bisa berbuat banyak, sebagai pedagang kecil yang terdampak ia hanya bisa pasrah. Ia mengaku kejadian itu dilakukan sekitar pukul 20.15 WIB pada saat petugas Satpol PP melakukan sidak. “Udah enggak kasih solusi, malah kena denda,” tuturnya.
Nasib serupa juga dialami Yudha yang merupakan penjual martabak manis di Tlogomas, Kota Malang. PPKM Darurat membuatnya memindah waktu operasional menjadi pukul 15.00-19.00 WIB.
Yudha yang bertanggung jawab menghidupi istri dan satu anak mengaku harus merumahkan 6 mitranya selama PPKM Darurat.
ADVERTISEMENT
“Yang aku sesali itu merumahkan pegawai sementara. Nah dan semenjak itu (PPKM Darurat) omzet minus. Soalnya ada beban operasional gaji pegawai, nah ya akhirnya minus. Bahkan sampai Rp 500 ribu per bulan,” imbuhnya.
Yudha juga menceritakan sedikit pengalamannya saat berdebat dengan petugas Satpol PP yang melakukan sidak ke lapaknya. Ia mengaku ingin menuruti aturan PPKM Darurat untuk tidak berjualan di atas pukul 20.00 WIB, namun dengan syarat para petugas membeli jajanannya.
"Sampean mau beli dagangan saya? Masalahnya pedagang ini untuk beli bahan baku besok, ada aturan tapi tidak solusi,” ujar Yudha menirukan perkataannya saat berdebat.
Ia mengaku berdebat sekitar 15 menit, para petugas tak bisa berbuat banyak. Terpaksa ia melanggar aturan PPKM Darurat dengan berjualan sampai 20.30 WIB demi menafkahi keluarganya.
ADVERTISEMENT
Yudha tak tahu lagi apa yang harus dilakukannya untuk menghidupi keluarga jika dilarang berjualan sampai malam. “Dari kejadian ini aku nyoba jalan lain, bisnis apa lagi ya?” tuturnya.
Wisatawan dan PKL di Puncak dibubarkan Satgas COVID-19. Foto: Dok. Istimewa

Dokter Tirta: Penuhi Kebutuhan Warga Kunci Sukses PPKM Darurat

Dokter Tirta angkat bicara mengenai kebijakan yang mulai diterapkan sejak 2 Juli 2021 ini. Menurutnya, saat ini pemerintah hanya memiliki opsi kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat. Namun, pemerintah juga harus menanggung kebutuhan masyarakat kecil yang bekerja harian.
“PPKM silakan lanjut, tapi kebutuhan warga di daerah yang terdampak harus diurus,” katanya melalui Instagram @dr.tirta seperti dikutip kumparan, Jumat (16/7).
Influencer dengan pengikut 2,3 juta ini menilai pengetatan yang dilakukan pemerintah tidak akan bisa efektif jika tidak memberikan solusi kepada masyarakat yang bekerja harian.
ADVERTISEMENT
“Karena mau seketat apa pun penyekatan, warga yang sudah kepepet akan tetap keluar mencari uang. Kalau kebutuhan mereka enggak ditanggung ya PPKM enggak akan efektif,” tuturnya.
“Warga sekarang pilihan ada dua, risiko meninggal karena COVID-19, dan risiko meninggal karena kelaparan,” ungkapnya.
Masyarakat kecil yang menggantungkan hidupnya bekerja harian tak punya pilihan lain. Pria lulusan kedokteran UGM ini meminta pemerintah melakukan evaluasi kebijakan PPKM jika tak bisa memenuhi kebutuhan warga.

Terdampak PPKM Darurat, Pengusaha Angkutan Tagih Insentif

Perkumpulan pelaku usaha angkutan darat, Organda, mulai bersuara seiring kebijakan PPKM Darurat. Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Organda Adrianto Djokosoetono menilai pengetatan syarat perjalanan bakal menurunkan mobilitas masyarakat yang pada akhirnya menekan cash flow pengusaha perjalanan.
ADVERTISEMENT
Tidak dapat dipungkiri untuk perjalanan jarak jauh dari atau menuju Jawa dan Bali harus menunjukkan kartu vaksin, minimal dosis pertama,” katanya melalui keterangan tertulis seperti yang dikutip kumparan, Jumat (16/7).
Khusus Bus Angkutan Kota dan Provinsi (AKAP) kembali terpuruk akibat berbagai titik penyekatan terus diperluas setelah adanya penutupan terhadap 27 pintu Tol Exit, mulai tanggal 16 Juli hingga 22 Juli 2021. Seluruh akses masuk Jawa Tengah ditutup termasuk exit tol di 27 pintu total mulai hari Jumat tanggal 16 sampai dengan tanggal 22 Juli.
DPP Organda menagih kembali soal realisasi bantuan dan insentif bagi dunia usaha yang pernah dijanjikan pemerintah lewat Menko Perekonomian Airlangga Hartarto beberapa waktu lalu.
Bantuan yang telah dijanjikan berupa pinjaman baru (refinancing) dengan bunga murah setelah kebijakan relaksasi cicilan utang berakhir.
ADVERTISEMENT
“Bila janji tersebut tidak segera terealisasi dipastikan sebagian besar operator transportasi bakal sulit bertahan. Bahkan sebelum PPKM Darurat saja, okupansi baru mencapai 60 persen dari normal, apalagi bila diberlakukan pengetatan seperti saat ini,” imbuhnya.
DPP Organda mencatat hingga saat ini belum ada insentif langsung yang diberikan kepada industri transportasi. Adrianto mohon kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk memperhatikan pelaku usaha transportasi ini terutama yang di transportasi darat diberikan suatu kompensasi.