Produksi Tambang Freeport Turun 50 Persen, Ekonomi Papua Rontok 17,5 Persen

19 Februari 2020 16:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lokasi tambang Freeport Foto: Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Lokasi tambang Freeport Foto: Reuters
ADVERTISEMENT
Badan Pusat Statistik mencatat, ekonomi Papua mengalami penurunan 15,72 persen sepanjang 2019. PT Freeport Indonesia (PTFI) buka suara mengenai hal tersebut. Perusahaan mengakui produksi pertambangan yang turun hingga 50 persen membuat penerimaan daerah Papua berkurang.
ADVERTISEMENT
VP Corporate Communication PT Freeport Indonesia Riza Pratama mengatakan, penurunan produksi terjadi karena area tambang terbuka Grasberg, Papua sudah tak berproduksi lagi sejak 2019. Hal itu membuat setoran perusahaan tak maksimal ke daerah.
"Tentunya ada beberapa penerimaan daerah yang berkurang karena produksi kita juga akan berkurang. Ada beberapa pajak daerah yang berkurang. Ya kalau 50 persen bayangkan saja 50 persen yang berkurang," kata dia di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (19/2).
Kata dia, penutupan tambang terbuka Grasberg lantaran sudah habis produksinya. Perusahaan pun fokus pada penambangan bawah tanah Grasberg yang membutuhkan banyak investasi.
Riza Pratama, Jubir PT Freeport Indonesia. Foto: Edy Sofyan/kumparan
Sebenarnya, Freeport sudah mulai masuk ke tambang bawah tanah sejak 2004 silam. Sedangkan masa transisi dari operasi tambang area terbuka ke tambang bawah tanah dilakukan sejak tahun lalu, karena itu produksi tak maksimal. Produksi dari tambang bawah tanah baru akan optimal mulai 2022.
ADVERTISEMENT
"Sebetulnya bukan kegiatannya yang berkurang, tambang terbukanya sudah selesai. Tambang bawah tanahnya masih belum optimal. Jadi sebenernya ada gap aja, bukan karena ada penurunan produksi," ujarnya.
Sementara itu, Presiden Direktur PTFI Tony Wenas mengatakan, seretnya produksi tambang di area terbuka tak hanya tahun lalu, tapi tahun ini juga. Menurut rencana perusahaan, PTFI akan kembali memproduksi tembaga dan emas mulai 2021, itu pun hanya 71 persen dari area tambang bawah tanah.
"Kita harap 2021 produksi bisa meningkat 71 persen dan 2022 bisa normal produksi 210 ribu ton bijih per hari hingga 2041," ujar Tony.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Provinsi Papua yang mengalami kontraksi. Adapun ekonomi Papua selama 2019 turun 15,72 persen.
ADVERTISEMENT
"Maluku sebenarnya masih bagus, Maluku Utara juga, Papua Barat juga. Nah yang menarik ke bawah itu pertumbuhan ekonomi di Papua, yang kontraksi 15,72 persen," ujar Suhariyanto di Gedung BPS, Jakarta, Rabu (5/2).