Proyek Smelter Alumina Mandek, Inalum Berpotensi Ganti Mitra Baru

20 September 2022 18:50 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Inalum. Foto: Dok. Inalum
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Inalum. Foto: Dok. Inalum
ADVERTISEMENT
Proyek Smelter Grade alumina Refinery (SGAR) di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat (Kalbar) milik anak usaha anak usaha PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dan PT Aneka Tambang (Antam) yakni, PT Borneo Alumina Indonesia (BAI) terjadi keterlambatan penyelesaian proyek hingga 81,19 persen atau setara 16 bulan.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut lantaran permasalahan internal dua kontraktor smelter yang tergabung dalam konsorsium Engineering, Procurement and Construction (EPC), yakni PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PTPP) dan China Aluminum International Engineering Corporation Limited (CHALIECO).
Sehingga, perusahaan berpotensi akan mencari mitra baru. Direktur Utama Inalum atau Holding BUMN MIND ID, Hendi Prio Santoso, menjelaskan jika permasalahan kedua kontraktor tidak rampung di Oktober 2022, PT BAI akan memutus kontrak Konsorsium EPC.
Hendi menjelaskan, pihaknya sudah berupaya selama kurang lebih sembilan bulan untuk mencari mitigasi dan solusi terhadap permasalahan yang berjalan.
"Namun kita sepertinya sudah mencapai konklusi karena kita bukan pihak yang bertikai, kita tidak bisa masuk dan memediasi pihak-pihak yang mempunyai sengketa, sehingga pilihan kami tidak banyak," katanya saat rapat dengan Komisi VII DPR, Selasa (20/9).
ADVERTISEMENT
Dia melanjutkan, pihaknya sudah mempersiapkan terminasi kontrak terhadap Konsorsium EPC lantaran besarnya potensi kehilangan pendapatan sebesar USD 28 juta per bulan, atau hingga 9 September 2022 totalnya sudah mencapai USD 450 juta.
Namun, terdapat proses mediasi yang diinisiasi oleh Kementerian BUMN bersama Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) untuk menyelesaikan permasalahan internal konsorsium tersebut.
"Sehingga kami sudah dalam posisi mempersiapkan proses terminasi, namun karena ada upaya mediasi yang dilakukan oleh Jamdatun dan juga pengawas dilakukan Kementerian BUMN, kami harus hormati proses-proses tersebut," terang Hendi.

Ada Perselisihan Antara Kontraktor

Adapun permasalahan internal tersebut adalah dispute antara kontraktor internal di konsorsium EPC, yakni PT PP dengan Chalieco, terkait pembagian kerja. Awalnya, porsi pembagian kerja yakni PT PP 25 persen, sementara Chalieco sebesar 75 persen.
ADVERTISEMENT
Namun pada tanggal 27 Mei 2002 disepakati perubahan porsi ruang lingkup kerja, yakni porsi Chalieco menjadi 91,75 persen, dan 8,25 persen dikerjakan oleh PT PP dengan lingkup red mud stockyard di lokasi baru, ditambah finished work yang sudah dikerjakan oleh Chalieco selama 8 bulan.
Sehingga, perlu ada penyesuaian kembali nilai yang harus dibayar oleh PTPP kepada Chalieco untuk finished work tersebut. Penilaian harus melibatkan pihak ketiga berupa konsultan independen.
"Kulminasi dari semua proses yang berjalan itu sudah final, kemarin malam dengan rapat dipimpin oleh Wamen BUMN, beliau sampaikan jika sampai Oktober 2022 tidak ada titik temu, kiranya kita sudah bisa dipersilahkan, diizinkan melakukan terminasi," jelas Hendi.
Dengan demikian, Hendi memastikan jika permasalahan tidak selesai dan final consortium agreement urung diteken sebelum Oktober 2022, PT BAI pun telah mempersiapkan rencana pencarian mitra baru.
ADVERTISEMENT
"Kami atas nama MIND ID grup serta Antam dan yang melakukan langsung PT BAI committed melaksanakan proyek ini tentu dengan timeline dan proses baru, seandainya titik temu di Oktober ini tidak ada. Kami sudah siapkan tindak lanjut selanjutnya bilamana tidak ada titik temu dan terminasi dilakukan," pungkasnya.
Adapun dalam kesimpulan rapat, Komisi VII pun menentukan target dari penandatanganan final consortium agreement oleh konsorsium EPC harus dilaksanakan sebelum 20 Oktober 2022.
"Komisi VII DPR RI bersepakat dengan plt Dirut PT Borneo Alumina Indonesia (PT BAI) untuk melakukan terminasi kontrak konsorsium EPC jika hingga 20 Oktober 2022 tidak tercapai kesepakatan, mengingat adanya potensi kehilangan kesempatan pendapatan sebesar USD 25-30 juta per bulan akibat keterlambatan proyek Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR)," berikut bunyi kesimpulan tersebut.
ADVERTISEMENT