Ramai Boikot Produk Prancis, RI Diminta Substitusi Impor

1 November 2020 12:10 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengunjuk rasa menunjukkan spanduk saat demonstrasi menentang Presiden Prancis Emmanuel Macron, di Yogyakarta, Jumat (30/10). Foto: Hendra Nurdiyansyah/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Pengunjuk rasa menunjukkan spanduk saat demonstrasi menentang Presiden Prancis Emmanuel Macron, di Yogyakarta, Jumat (30/10). Foto: Hendra Nurdiyansyah/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Seruan boikot produk Prancis juga mencuat di Indonesia dipicu ucapan Presiden Prancis Emmanuel Macron, yang mengaitkan tindak terorisme dengan Islam. Boikot tersebut tentu akan mempengaruhi hubungan kedua negara.
ADVERTISEMENT
Ekonom INDEF, Bhima Yudhistira, mengatakan apabila boikot dilakukan dampaknya bisa mempengaruhi hubungan dagang Indonesia dengan Prancis. Apalagi, kata Bhima, penduduk Indonesia mayoritas beragama islam.
“Sebelum adanya seruan boikot saja impor barang dari Prancis sudah turun 14,5 persen yoy per Januari-Agustus 2020. Situasi ini bisa mengarah pada penurunan defisit perdagangan antara Indonesia dan Prancis. So far neraca dagang Indonesia dengan Prancis membaik 34,2 persen yoy di periode yang sama,” kata Bhima saat dihubungi kumparan, Minggu (1/11).
Meski begitu, ia tidak mempermasalahkan adanya boikot produk Prancis di Indonesia. Ia menganggap secara segmentasi produk Prancis yang dijual di pasar Indonesia rata-rata adalah high end market, atau pasarnya kelas atas seperti tas dan baju branded.
ADVERTISEMENT
Namun, ada juga yang kelas menengah dan bawah yaitu konsumsi harian seperti produk makanan minuman. Untuk itu, Bhima menyarankan boikot tersebut harus diikuti dengan substitusi produk lokal.
“Jadi kalau mau ambil peluang dari boikot produk Prancis, harus jelas segmentasinya yang akan di substitusi oleh produk lokal. Soal fashion sebenarnya mulai ada pergeseran ke brand-brand lokal yang kualitasnya bagus. Misalnya ada produk fashion lokal yang disebut Local Pride, itu harganya mahal, high quality dan kualitas ekspor,” ujar Bhima.
Peneliti Indef Bhima Yudhistira saat menghadiri Diskusi Kinerja OJK Ditengah Kasus Jiwasraya, Selasa (28/1). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Bhima merasa produk semacam itu cocok untuk masuk menggantikan brand dari Prancis. Ia menganggap boikot ini juga jadi momentum Indonesia untuk mengekspor produk halal ke negara lainnya khususnya di Timur Tengah.
Seperti diketahui negara Timur Tengah seperti Turki, Kuwait, Maroko, Bangladesh, dan Qatar melakukan aksi boikot produk Prancis.
ADVERTISEMENT
“Ketika boikot dilakukan secara masif di negara Muslim timur tengah maka ada potensi ekspor produk Indonesia yang bisa didorong. Asalkan pemerintah bisa mempermudah proses perizinan halal produk,” ungkap Bhima.
“Berikan ekosistem regulasi yang mendukung, biaya logistik yang murah, juga perkuat fungsi atase perdagangan di negara penempatan untuk cari informasi dan peluang ekspor,” tambahnya.
Terlepas dari boikot produk, pemerintah Indonesia telah menyatakan sikapnya terkait permasalahan yang saat ini terjadi. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengecam keras Presiden Prancis Emmanuel Macron. Pemimpin Prancis itu dinilai sudah melecehkan Islam.
Dia menegaskan apa yang sudah dilakukan orang nomor satu di Prancis tersebut berpotensi memecah belah masyarakat beragama. Padahal, di tengah pandemi COVID-19 diharapkan agar semua pihak untuk tetap bersatu.
ADVERTISEMENT