Ratifikasi 3 Perjanjian Dagang Dikebut, Apa Manfaatnya buat Indonesia?

20 November 2019 11:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto tiba Kompleks Istana Kepresidenan di Jakarta, Selasa (22/10/2019).  Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto tiba Kompleks Istana Kepresidenan di Jakarta, Selasa (22/10/2019). Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
ADVERTISEMENT
Kementerian Perdagangan dan Komisi VI DPR RI menggelar Rapat Kerja (raker) dalam rangka membahas pengesahan ratifikasi tiga perjanjian ekonomi dengan negara mitra di Gedung DPR/MPR Jakarta, pada Senin (18/11). Perjanjian tersebut yaitu Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA), Indonesia European Free Trade Association (I-EFTA) CEPA, dan Persetujuan ASEAN mengenai Perdagangan melalui Sistem Elektronik (ASEAN Agreement on E-commerce/EEA).
ADVERTISEMENT
"Penyelesaian perundingan perdagangan internasional kini menjadi perhatian khusus pemerintah, dalam meningkatkan daya saing Indonesia terutama menghadapi situasi perekonomian dunia yang tidak menentu saat ini," ujar Menteri Perdagangan Agus Suparmanto dalam keterangan resmi, Rabu (20/11).
Menurut Agus, penyelesaian perjanjian ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo, mengawali pembukaannya pada Raker perdana dengan Komisi VI DPR RI pada hari Senin, 18 November 2019 lalu.
“Presiden mengingatkan agar perjanjian perdagangan dengan negara-negara potensial yang menjadi tujuan ekspor Indonesia dapat segera diselesaikan. Hal ini tentunya termasuk penyelesaian proses ratifikasi perjanjian perdagangan internasional yang telah diselesaikan, agar dapat segera dimanfaatkan pelaku usaha dan masyarakat Indonesia," jelasnya.
Pada Raker dengan DPR RI tersebut, Agus menyampaikan, bahwa dalam perundingan IA-CEPA, pemerintah secara khusus menargetkan enam hal yaitu peningkatan akses pasar perdagangan barang, jasa, dan investasi serta pembentukan 'economic powerhouse', kerja sama ekonomi, dan pengembangan SDM. Agus meyakini bahwa IA-CEPA dapat memberikan manfaat bagi Indonesia ditinjau dari empat aspek.
ADVERTISEMENT
Pertama, meningkatkan daya saing sumber daya manusia, industri, dan sektor jasa Indonesia. Kedua, meningkatkan akses pasar barang dan jasa dari Indonesia ke Australia, mengingat produk-produk Indonesia dan Australia pada umumnya yang bersifat komplementer.
Ketiga meningkatkan investasi. Australia merupakan sumber investasi yang cukup dikenal di Indonesia, terutama di sektor ekstraktif, pertanian, infrastuktur, keuangan, kesehatan, makanan-minuman, dan transportasi.
“Melalui IA-CEPA ini diharapkan investasi yang sudah ada dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan ke sektor lainnya seperti pariwisata, pendidikan tinggi, dan vokasi,” ujarnya.
Keempat, Indonesia dapat memanfaatkan jaringan kerja sama Perjanjian Perdagangan Bebas (Free Trade Agreement/FTA) yang dimiliki Australia dengan negara mitranya. Australia memiliki perjanjian perdagangan bebas FTA dengan 30 negara, yaitu ASEAN, Amerika Serikat, Chile, China, Korea Selatan, Jepang, Kanada, Meksiko, Selandia Baru, dan 12 negara di Pasifik Selatan, serta dua perjanjian yang belum diimplementasikan yaitu dengan Hongkong dan Peru.
Menteri Perdagangan, Agus Suparmanto. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Perjanjian ini, lanjut Agus Suparmanto, memiliki peluang dan manfaat terutama dilihat dalam jangka panjang. Pertama, di bidang perdagangan barang. Melalui IA-CEPA ini Australia akan menghapus semua pos tarifnya (6474 pos tarif) menjadi 0 persen pada saat diimplementasikan. Beberapa produk Indonesia yang berpotensi ditingkatkan ekspornya ke Australia antara lain otomotif, ban, kayu, furnitur, kayu lapis, pipa, monitor LCD/LED, tekstil dan garmen, alas kaki, perikanan, mentega kakao, karpet, serta plastik.
ADVERTISEMENT
Dari segi nilai, potensi ekspor terbesar Indonesia ke Australia terletak pada sektor otomotif, baik mobil konvensional, maupun mobil listrik yang akan menjadi tren berkendara ke depan. Dalam hal ini IA-CEPA mendorong ekspor mobil listrik dan hybrid Indonesia dengan tarif 0 persen dan menggunakan kemudahan surat ketentuan asal barang.
Dari sektor jasa, IA-CEPA akan memberikan dampak positif berupa peningkatan capaian sektor jasa. Prognosa peningkatan sektor jasa tertinggi akan terjadi pada sektor transportasi, khususnya transportasi udara dan konstruksi. Nilai yang dihasilkan dari ketiga sektor jasa tersebut berturut-turut USD 40,13 juta; USD 31,59 juta; dan USD 24,31 juta.
Mendag juga mengungkapkan, Indonesia dan Australia akan berkolaborasi dalam pembuatan 'Economic Powerhouse'. Kolaborasi ini merupakan kolaborasi kekuatan ekonomi dengan memaksimalkan rantai pasok untuk mendorong produktivitas, daya saing, dan meningkatkan ekspor Indonesia ke pasar ketiga. Indonesia dan Australia dapat berkontribusi lebih besar pada rantai perdagangan global untuk memasok kebutuhan dunia. Dalam hal ini, Indonesia dapat menjadi pusat industri pengolahan bila didukung adanya kemudahan akses bahan baku dan penolong yang murah dan berkualitas dari Australia.
ADVERTISEMENT
“Contoh economic powerhouse yang mulai terbentuk saat ini adalah sebuah pola produksi untuk produk gandum olahan. Indonesia mengimpor biji gandum dari Australia untuk diolah menjadi tepung terigu dan barang jadi seperti mi instan di Indonesia kemudian produk olahan tersebut diekspor ke negara lain termasuk ke Australia,” kata Agus.
Dia juga mengungkapkan, komitmen Australia pada IA-CEPA dalam pembangunan sumber daya manusia ditegaskan dalam bentuk side letters dan penandatanganan nota kesepahaman MoU. Adapun komitmen Australia dalam konteks IA-CEPA ini di antaranya adalah komitmen peningkatan Work and Holiday Visa (WHV). Saat ini kuota Indonesia untuk WHV terbatas hanya 1.000 orang dan kuota ini habis dalam hitungan jam karena peminatnya sangat banyak. Dalam kerangka IA-CEPA, kuota ini ditingkatkan menjadi 4.100 orang dimulai saat IA-CEPA berlaku dan akan terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya hingga mencapai 5.000 orang.
ADVERTISEMENT
Selain itu, terdapat fasilitasi program pertukaran tenaga kerja melalui KADIN, APINDO, dan IABC. Program berjalan maksimum 6 bulan dengan 100 peserta pada tahun pertama dan meningkat sampai 500 peserta pada tahun ke-5.
Sedangkan pada perjanjian IE-EFTA, Agus menjelaskan tujuan kerja sama ini untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional serta meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia dan tentunya daya saing produk Indonesia di pasar EFTA. Hal ini akan dicapai melalui, pertama peningkatan akses pasar di bidang barang melalui penghapusan dan penurunan tarif bagi produk Indonesia.
Kedua, perluasan akses pasar jasa Indonesia. Dalam Persetujuan ini, negara-negara EFTA membuka luas sektor-sektor jasa bagi Indonesia di berbagai moda perdagangan jasa. Swiss misalnya membuka 116 subsektor jasa, Norwegia 84 subsektor jasa, Islandia 89 subsektor jasa, dan Liechtenstein 78 subsektor jasa dengan tingkat keterbukaan pasar yang tinggi termasuk kepemilikan investor Indonesia sampai dengan 100 persen di beberapa subsektor.
ADVERTISEMENT
Ketiga, peningkatan investasi. Pemerintah berkeyakinan bahwa CEPA dengan EFTA ini akan mendukung upaya penciptaan iklim usaha yang terbuka, stabil, dan dapat diprediksi bagi para investor. Peningkatan investasi juga akan membuka kesempatan yang lebih luas bagi terciptanya lapangan kerja dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat.
Keempat, provisi mengenai kerja sama dan pengembangan kapasitas. Kerja sama yang ditargetkan dalam persetujuan dengan EFTA ini, antara lain peningkatan kualitas UMKM, pengembangan sektor pariwisata, penguatan sistem pendidikan, dan pelatihan vokasi.
Sebelumnya Kemendag telah melakukan melakukan kajian singkat prognosa untuk memprediksi perubahan perdagangan antara Indonesia dan EFTA dengan menggunakan simulasi kenaikan tren ekspor Indonesia ke EFTA. Proyeksi kenaikan ekspor Indonesia ke EFTA selama lima tahun dapat mencapai rata-rata USD 1,92 miliar. Bila pada 2018 total ekspor Indonesia ke kawasan EFTA tercatat sebesar USD 732,8 juta, maka pada tahun pertama implementasi diprediksi ekspor Indonesia akan meningkat menjadi USD 1,03 miliar dan menjadi USD 3,08 miliar pada tahun ke-5.
ADVERTISEMENT
Adapun produk ekspor utama Indonesia ditargetkan yang akan naik pada tahun ke-5 adalah perhiasan dari USD 525,93 juta menjadi USD 2,2 miliar; lensa kontak dari USD 65,17 juta menjadi USD 435,51 juta; emas dari USD 22,71 juta menjadi USD 271,67 juta; peralatan penerima untuk TV dari USD 9,25 juta menjadi USD 219,90 juta; dan minyak esensial dari USD 5,34 juta menjadi USD 204,68 juta.
Dalam perdagangan barang, produk dari Indonesia yang memenuhi kriteria 'originating product', asal Indonesia akan dihapuskan tarifnya atas 99 persen nilai impor EFTA dari Indonesia. Adapun rinciannya pertama, penghapusan 7.042 pos tarif atau 81.74 persen dari total pos tarif Swiss dan Liechtenstein yang mewakili 99,65 persen nilai impor kedua negara ini dari Indonesia.
Kapal kargo asing tengah bongkar muat peti kemas mengangkut komoditas ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Foto: Wendiyanto/kumparan
Kedua, penghapusan 6.333 pos tarif atau 90,97 persen dari total pos tarif Norwegia yang mewakili 99,75 persen nilai impor Norwegia dari Indonesia. Terakhir penghapusan 8.100 pos tarif atau 94.28 persen dari total pos tarif Islandia yang mewakili 99,94 persen nilai impor Islandia dari Indonesia.
ADVERTISEMENT
Berikutnya terkait dengan perundingan EEA, Agus Suparmanto menyampaikan perundingan ini didorong oleh kesadaran akan pentingnya aktivitas niaga elektronik di kawasan ini. Perjanjian ini merupakan upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial melalui perdagangan lintas batas yang semakin mudah dan dapat dimanfaatkan oleh UMKM. Hal ini pula yang mendasari kesepakatan di antara anggota ASEAN untuk menuangkan upaya mendorong perkembangan niaga dalam Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN 2025.
Agus melanjutkan, tujuan utama AAE untuk memfasilitasi niaga elektronik di wilayah ASEAN, berkontribusi pada penciptaan kepercayaan dalam niaga. Selain itu, untuk memperdalam kerja sama antara negara anggota ASEAN guna mengembangkan penggunaan niaga dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menurunkan kesenjangan antara negara.
"Diharapkan ditandatanganinya persetujuan ini, maka terjadi peningkatan perdagangan barang dan jasa antar para pihak, tercipta iklim usaha yang semakin kondusif bagi pengembangan niaga, dan terbukanya peluang dagang yang lebih besar bagi UMKM Indonesia untuk meningkatkan pemasaran barang dan jasanya, baik di dalam negeri maupun untuk tujuan ekspor ke kawasan ASEAN. Selain itu, akan tercipta kepastian usaha dalam menjalankan transaksi daring di kawasan ASEAN," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Pada raker ini, Komisi VI DPR sepakat mengenai ketiga perjanjian ini dan pengesahannya akan dilakukan dengan undang-undang. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang No 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan Pasal 84 ayat (3) a karena berdampak akan menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat terkait dengan beban keuangan rakyat.
“Prioritas pertama yang akan diselesaikan ratifikasinya pada sidang DPR RI periode November-Desember tahun 2019 adalah IA CEPA. Kemudian pada sidang selanjutnya akan diselesaikan dua perjanjian perdagangan lainnya,” pungkas Agus Suparmanto.