Ratusan Ribu Hektar Lahan Tambang BUMN Tumpang Tindih dengan Swasta

27 September 2021 19:32 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tambang bauksit Antam di Tayan. Foto: Michael Agustinus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Tambang bauksit Antam di Tayan. Foto: Michael Agustinus/kumparan
ADVERTISEMENT
Ratusan ribu hektare lahan tambang secara akumulatif yang izinnya dimiliki BUMN pertambangan tumpang tindih dengan perusahaan swasta. Kejadian yang sudah berlangsung bertahun-tahun ini dialami PT Antam (Persero) Tbk, PT Bukit Asam (Persero) Tbk, hingga PT Timah Indonesia (Persero) Tbk.
ADVERTISEMENT
Direktur Utama PT Antam Dana Amin mengungkapkan, perseroan memiliki satu Izin Usaha Pertambangan (IUP) seluas 16.920 hektare di kawasan Sulawesi Tenggara yang mengalami tumpang tindih dengan belasan IUP lainnya. Sejak 2010, Antam pun membawa kasus ini ke hukum dari pengadilan hingga Mahkamah Agung (MA).
"Secara garis besar, Antam memiliki satu IUP seluas 16 ribu hektare di Kawasan Sulawesi Tenggara yang mengalami tumpang tindih dengan 11-12 IUP lainnya," kata dia dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Senin (27/9).
Pada 24 Oktober 2019, kata Dana, hasil MA inkrah menyatakan bahwa Antam pemilik sah dari IUP seluas 16.920 hektar itu. Dari luas lahan yang tumpang tindih itu, telah terjadi area bukaan tambang ilegal seluas 500 hektare.
Patok batas wilayah PT Timah Indonesia. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Dia menyebut dari 500 hektare yang lahannya sudah dibuka penambang ilegal, potensi ore yang dicuri cukup besar. Perseroan pun sudah bekerja sama dengan Gubernur Sulawesi Tenggara dan kepolisian setempat untuk mengusir penambang ilegal.
ADVERTISEMENT
"Kita upayakan eksekusi dan lahan 500 hektare ini sudah kosong. Kita sudah ajukan RAKB (Rencana Kerja dan Anggaran Belanja) dengan Dirjen Minerba agar Antam masuk ke situ. Jadi secara hukum sudah selesai," terang dia.
PTBA juga memiliki satu IUP yang tumpah tindih dengan IUP lain yaitu PT Musi Hutan Persada (MHP). Direktur Utama PTBA Suryo Eko Hadianto mengatakan, IUP itu berada di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Luasnya sekitar 14 ribu hektare.
Menurut dia, PTBA mendapatkan IUP eksplorasi itu pada 1979 dan menjadi IUP operasi produksi pada 2009. Sedangkan MHP mengantongi izin hak penguasaan lahan itu pada 1996.
Suryo menjelaskan, saat ini PTBA sudah dapat Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) seluas 14 ribu di kawasan itu dan sedang dilakukan prosesnya antara PTBA dan MHP berkaitan dengan ganti investasi sesuai UU.
ADVERTISEMENT
"Namun, ini agak seret prosesnya karena masing-masing punya perhitungan, sehingga ada perbedaan. Saat ini sedang kami minta ke KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) untuk bisa tengahi dan kalkukasi terhadap nilai ganti investasi," tuturnya.
Rencananya, kata dia, produksi batu bara dari lahan tersebut akan dipakai untuk mendukung PLTU Sumsel 8 dan proyek hilirisasi PTBA.
Lokasi stockpile tambang batu bara. Foto: Sigid Kurniawan/Antara
Sementara itu, Dirut Timah Riza Pahlevi Tabrani mengatakan IUP Timah yang tumpang tindih dengan pihak lain berada di penambangan darat dengan kawasan hutan produksi dan perkebunan kelapa sawit seluas 83 ribu hektar.
Untuk tumpang tindih dengan kawasan hutan produksi, Timah sedang ajukan IPPKH. Sedangkan dengan pihak perkebunan kelapa sawit, sudah berkoordinasi dan responsnya positif dan ditargetkan Timah bisa mulai menambang di sana akhir tahun ini.
ADVERTISEMENT
"Untuk area penambangan laut, ada tumpang tindih juga seluas 40 ribu hektar dengan zonasi di Belitung Timur. Tapi kami masih diizinkan sampai akhir masa IUP tersebut. Kemudian ada tumpang tindih juga di wilayah kabel laut," kata Riza.