Rencana Revisi Aturan Tembakau Ancam Pendapatan Pedagang Asongan dan Periklanan

17 Maret 2023 15:46 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi penjualan rokok batangan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi penjualan rokok batangan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah berencana merevisi 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Rencana ini dinilai bisa menggerus pendapatan pedagang asongan atau kaki lima hingga perusahaan iklan.
ADVERTISEMENT
Dalam rencana revisi PP 109/2012, pemerintah akan melarang penjualan rokok secara eceran atau batangan. Ketua Paguyuban Warung Kopi Surabaya, Husin Ghozali, mengatakan menjual rokok secara batangan dapat menopang usaha selama ini, oleh karenanya, pihaknya menolak rencana revisi PP 109/2012.
“Margin yang kita dapat dari jual rokok per bungkus berbeda dibandingkan per batang , keuntungannya jauh. Jual rokok per bungkus bagi kami itu gak masuk akal, tapi sebagai warung kopi itu gak bisa lepas dari penjualan rokok,” ujar Husin dalam keterangannya, Jumat (17/3).
Selain itu, 27 komunitas yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pedagang dan Rakyat Kecil juga menyampaikan penolakannya terhadap wacana larangan penjualan rokok batangan. Ketua Komite Ekonomi Rakyat Indonesia Semesta (KERIS), Ali Mahsun, sebagai bagian dari ke-27 komunitas tersebut mengatakan, larangan penjualan rokok batangan akan memberatkan para pedagang kecil. Pasalnya, banyak pedagang yang mengandalkan pendapatan dari penjualan rokok secara batangan.
ADVERTISEMENT
“Usulan larangan ini dapat merenggut hak warga negara pelaku ekonomi rakyat untuk mencari penghasilan, menafkahi keluarga, dan membesarkan generasi penerusnya. Pemerintah harus lebih realistis dan strategis untuk menanggapi masalah ini,” kata Ali.
Penolakan wacana revisi PP 109/2012 juga dilakukan oleh pengusaha iklan. Pengurus Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) Jawa Timur, Agus Wiyono, mengatakan larangan iklan rokok pada poin revisi PP tersebut akan mengancam keberlangsungan usaha periklanan terutama di daerah. Dalam catatan Agus, pemasukan dari iklan rokok mencapai hingga Rp 28 triliun di tahun 2022.
“Mewakili teman-teman periklanan dan kreatif, kami sepakat untuk menolak revisi PP 109/2012. Intinya bahwa kami bersama masyarakat tembakau Indonesia menolak revisi tersebut,” tutur Agus.
Agus juga menjelaskan selama ini pelaku industri periklanan maupun industri rokok telah mematuhi aturan periklanan yang ditetapkan dan mematuhi jam tayang. Menurutnya, revisi PP 109/2012 tidak diperlukan seiring dengan kepatuhan pengusaha terhadap aturan yang ada saat ini.
ADVERTISEMENT
“Klaim iklan membuat banyak anak merokok sebenarnya tidak juga. Iklan itu selalu melakukan survei target pasar siapa,” tambahnya.