news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

RI Butuh Investasi Rp 3.500 Triliun untuk Capai Produksi Minyak 1 Juta Barel

25 November 2020 20:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kilang minyak Foto: Reuters/Todd Korol
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kilang minyak Foto: Reuters/Todd Korol
ADVERTISEMENT
Untuk mencapai target produksi sebesar 1 juta barel minyak per hari (BOPD) dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari (BSCFD) pada tahun 2030, dibutuhkan investasi sebesar USD 250 miliar atau setara dengan Rp 3.500 triliun (kurs dolar Rp 14.000). Dengan kata lain, dibutuhkan sekitar USD 25 miliar setiap tahun selama 10 tahun, serta komitmen yang mendukung kepastian berusaha investor.
ADVERTISEMENT
“Investasi ini mutlak dibutuhkan industri hulu migas, untuk melakukan kegiatan eksplorasi, pengembangan maupun produksi. Oleh karena itu pada saat yang sama kami juga membutuhkan kepastian berusaha bagi investor,” kata Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Dwi Soetjipto, dalam keterangan tertulis, Rabu (25/11).
Target 1 juta BOPD dan 12 BSCFD atau setara 3,2 juta barel setara minyak per hari (BOEPD) merupakan puncak produksi baru bagi Indonesia. Secara historis puncak sebelumnya terjadi pada tahun 1998, dengan tingkat produksi sebesar 2,9 juta BOEPD.
SKK Migas telah menyiapkan 4 (empat) strategi untuk mengejar target produksi tersebut. Pertama, mempertahankan produksi-produksi yang sudah ada. Kedua, upaya percepatan sumber daya menjadi produksi. Ketiga, penerapan enhanced oil recovery (EOR). Keempat, melakukan kegiatan eksplorasi yang masif.
ADVERTISEMENT
Menurut Dwi, keempat strategi tersebut saling terkait, sehingga semuanya harus memenuhi target yang ditetapkan. Misalnya, untuk kegiatan pengeboran, berdasarkan perhitungan teknis harus ada peningkatan kegiatan. “Kalau sebelumnya kegiatan pemboran dilakukan sekitar 300 pemboran per tahun, maka mulai tahun depan diharapkan ada kegiatan untuk 600 sumur. Tahun-tahun ke depan diharapkan bisa dinaikkan lagi,” katanya.
Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto. Foto: Dok. SKK Migas
Dwi menjelaskan, road map yang disusun SKK Migas bukan hal yang mengada-ada, mengingat telah ada detail yang diidentifikasi, seperti blok mana saja yang akan berproduksi dan berapa volume tambahannya. “Namun demikian perencanaan itu harus diusahakan, agar bisa direalisasi. Di sini lah yang membutuhkan kerja sama semua instansi, karena penguatan hulu migas untuk mendatangkan investor itu tidak bisa dilakukan oleh SKK Migas sendiri,” katanya.
ADVERTISEMENT
Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto mengatakan, target tersebut merupakan goal yang harus dicanangkan mengingat konsumsi BBM di Indonesia naik setiap tahunnya. Tahun lalu, dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen, konsumsi BBM meningkat sekitar 3,5 - 4 persen. Saat ini, konsumsi BBM kurang lebih 1,6 juta BOPD, sedangkan lifting sekitar 705.000 BOPD. Apabila konsumsi BBM meningkat setiap 3,5-5 persen per tahun, maka konsumsi minyak pada tahun 2050 diperkirakan mencapai 2,5 juta BOPD. “Target 1 juta BOPD sangat tepat untuk mengurangi defisit kebutuhan BBM dalam negeri,” kata Sugeng.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan sinergi dengan pemangku kepentingan lainnya, seperti Kementerian Keuangan untuk memberikan insentif, Kementerian Pertahanan dalam rangka survei di lapangan bisa berjalan aman dan lancar, dan instansi lainnya untuk mendukung pencapaian target 1 juta BOPD dan 12 BSCFD pada tahun 2030 ini.
ADVERTISEMENT
“Sinergi dengan seluruh pihak terkait menjadi kunci untuk pencapaian target tersebut,” kata Tutuka.
Terkait sistem fiskal, telah ditetapkan Permen ESDM No. 12 Tahun 2020 yang merupakan penegasan pemberlakuan bentuk Kontrak Kerja Sama (KKS) dan fleksibilitas opsi bentuk KKS. Fleksibilitas ini akan memberikan kenyamanan bagi investor untuk bisa memilih dan menghitung keuntungan, serta disesuaikan dengan portofolio perusahaan.
Ilustrasi Migas, Pertamina Hulu Energi. Foto: Dok. Pertamina Hulu Energi
Tutuka menegaskan, pemerintah sepakat bahwa setiap strategi untuk menaikkan produksi migas harus sejalan dengan kondisi lapangan dan regulasinya. Insentif yang diberikan juga menyesuaikan dengan kebutuhan kontraktor seperti DMO holiday, investment credit, dan depresiasi dipercepat. Kebijakan ini juga akan dibarengi dengan keterbukaan data dan optimalisasi split. "Harapannya, industri hulu migas lebih bergairah, sambil menunggu harga minyak naik," kata Tutuka.
ADVERTISEMENT
Direktur Utama PT Medco Energi Internasional Tbk, Hilmi Panigoro, menegaskan dalam setiap keputusan investasi dibutuhkan kepastian. “Kepastian itu, pertama, secara ekonomi menarik. Kedua, secara kontrak dijamin keberadaannya,” ujar Hilmi.
Terkait mempertahankan produksi eksisting, kata Hilmi, banyak lapangan tua yang biayanya sangat tinggi, sehingga tidak ekonomis dikembangkan. Akan menjadi ekonomis apabila bagi hasilnya bisa diubah. Kemudian, mentransformasikan discover resources menjadi produksi. Saat ini, banyak marginal field yang dianggap tidak ekonomis. Cadangan-cadangan migas yang kecil ini akan menjadi menarik apabila ada insentif yang spesial.
Hilmi menyambut baik kebijakan pemerintah yang memberikan fleksibilitas kontrak. Namun, fleksibilitas ini harus disesuaikan dengan masing-masing lapangan. “Tidak semua marginal field development atau EOR bisa diaplikasikan dengan template kontrak yang sama,” katanya.
ADVERTISEMENT
Dia mengajak agar pemerintah, pengusaha, dan calon investor duduk bersama untuk melihat satu per satu lapangan migas agar teridentifikasi mana yang dipertahankan, dikembangkan, yang dilakukan EOR, dan yang dieksplorasi. “Kita harus meng-create environment dan prudent regulatory framework agar bisa berkompetisi dan menarik investasi ke Indonesia,” ujar Hilmi.