Rupiah Melemah dari Dolar AS, BI Sebut Imbas The Fed yang Makin Agresif

12 Mei 2022 13:38 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Dolar-Rupiah Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Dolar-Rupiah Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
ADVERTISEMENT
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus mengalami tekanan dalam beberapa pekan terakhir. Mengutip Bloomberg, rupiah kembali melemah ke Rp 14.584 per dolar AS pada pukul 13.25 WIB, rupiah melemah 30,50 poin atau 0,21 persen dari pembukaan pagi ini.
ADVERTISEMENT
Menyoroti permasalahan tersebut, Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Edi Susianto menyebut, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dipicu oleh beberapa penyebab, mulai dari persoalan Rusia-Ukraina, agresifnya kebijakan moneter The Fed, perlambatan ekonomi di China, hingga inflasi tinggi yang terjadi di AS.
Menurutnya, perkembangan di pasar keuangan global dalam beberapa kurun waktu terakhir banyak diwarnai oleh sentimen risk off, sebagai dampak dari masalah geopolitik Rusia-Ukraina.
"Lebih agresifnya normalisasi kebijakan moneter di beberapa negara khususnya negara maju, dan dampak lockdown terkait isu COVID-19 di China terhadap perlambatan ekonomi China," ungkap Edi kepada kumparan, Kamis (12/5).
Adapun The Fed pada bulan ini menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin menjadi 0,75 persen hingga 1 persen. Kenaikan suku bunga ini merupakan yang tertinggi dalam 22 tahun terakhir. Bahkan, para ekonom global memprediksi, dengan terus meningkatnya laju inflasi di AS, The Fed kemungkinan akan kembali menaikkan suku bunga acuan lebih tinggi.
ADVERTISEMENT
Dia melanjutkan, hal tersebut mendorong dolar AS mengalami penguatan terhadap mata uang lainnya, termasuk rupiah. Hal ini terlihat dari indeks dolar AS atau US Dollar Index (DXY) yang terus meningkat dan bahkan tembus angka 104. Indeks DXY sendiri merupakan indeks nilai tukar USD terhadap mata uang lainnya.
"Sentimen penguatan USD sepertinya masih terus berlanjut. Hal ini didorong oleh kekhawatiran terhadap angka inflasi di US yang masih persisten tinggi. Angka Inflasi US pada April 2022 berada di level 8,3 persen lebih tinggi dari ekspektasi 8,1 persen," tuturnya.
Menurut Edi, pelemahan rupiah terhadap dolar AS masih relatif terbatas dibandingkan dengan negara lain di Asia. Ia menuturkan, hal ini didorong oleh kontribusi suplai valas yang masih besar, terutama dari eksportir utama di Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Dan sebelumnya ada support juga dari investor asing di pasar saham," jelas dia.
Edi menegaskan, BI akan terus mengawal perkembangan rupiah, dengan mengutamakan mekanisme pasar. "Dan BI terus berada di pasar apabila mekanisme pasar terganggu," tambahnya.