RUU Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah Dibawa ke Rapat Paripurna

23 November 2021 18:08 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Komisi XI DPR RI rapat kerja dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Jakarta, Selasa (28/1/2020). Foto: Nicha Muslimawati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Komisi XI DPR RI rapat kerja dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Jakarta, Selasa (28/1/2020). Foto: Nicha Muslimawati/kumparan
ADVERTISEMENT
Sebanyak delapan fraksi menyetujui untuk melanjutkan pembahasan RUU Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) ke tahap II atau rapat paripurna. Hanya satu fraksi yang menyatakan menolak pembahasan tersebut.
ADVERTISEMENT
Delapan fraksi yang menyetujui RUU ini dibahas pada tingkat selanjutnya adalah PDIP, Gerindra, Golkar, PKB, Nasdem, PAN, PPP, dan Demokrat. Sementara satu fraksi yang menolak adalah PKS.
Dengan demikian, DPR dan pemerintah telah sepakat membawa RUU HKPD ke Rapat Paripurna mendatang. Keputusan ini diambil dalam Raker Pengambilan Keputusan Tingkat I RUU HKPD di DPR, Selasa (23/11).
“Pengambilan keputusan pembicaraan tingkat I RUU tentang HKPD, apakah dapat diterima? Setuju?” tanya Ketua Komisi XI DPR RI Dito Ganinduto kepada seluruh Komisi XI DPR RI.
"Setuju,” jawab seluruh anggota dewan yang kemudian ditutup dengan ketukan palu.
Adapun fraksi PKS menolak RUU HKPD dibawa ke paripurna karena sejumlah alasan. Salah satunya yaitu PKS menilai bahwa hasil pembahasan RUU tersebut tidak mencerminkan tujuan perbaikan kualitas kehidupan dan pembangunan bagi seluruh rakyat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dalam penyampaian pandangan fraksi, Anggota Fraksi PKS Anis Byarwati mengatakan selama ini anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) terus meningkat, namun pada faktanya hal tersebut belum diikuti dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“Secara umum hasil pembahasan RUU HKPD belum meyakinkan untuk mencapai tujuan perbaikan tersebut,” ujarnya.
Selain itu, PKS juga menyatakan bahwa secara umum RUU HKPD cenderung memperkuat arah resentralisasi dan mereduksi semangat desentralisasi. Contohnya dalam RUU HKPD pasal 169 disebutkan bahwa pemerintah pusat dapat mengendalikan RUU APBD dalam tiga kondisi.
Menurut Anis, ketentuan ini menyebabkan daerah tidak bebas dalam mengelola fiskalnya. Selain itu program-program daerah juga diarahkan agar sejalan dengan Proyek Strategis Nasional sehingga daerah berpotensi tidak dapat berinovasi dalam kondisi darurat.
ADVERTISEMENT
“Faktanya tidak semua PSN sejalan dengan kebutuhan daerah,” ujarnya.
Menanggapi pandangan tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan RUU ini merupakan tindak lanjut atas evaluasi pelaksanaan desentralisasi fiskal yang sebelumnya diatur dalam UU Nomor 33 Tahun 2004. Menurutnya, keseluruhan kebijakan tersebut dilakukan dengan tetap memperhatikan hal-hal yang selama ini terjadi.
“RUU ini diharapkan hadir pada saat yang tepat untuk menjadi instrumen yang penting bagi konsolidasi fiskal. Ini sekali lagi bukan resentralisasi tapi mengembalikan kesehatan APBN di mana APBD merupakan bagian yang sangat penting dalam APBN kita,” ujarnya.
RUU HKPD adalah RUU yang diusulkan oleh pemerintah untuk mengubah berbagai aspek dalam perimbangan keuangan pusat dan daerah hingga perpajakan daerah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/3/2021). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
RUU HKPD diharapkan dapat memperkuat implementasi desentralisasi fiskal serta menjamin kesinambungan fiskal antara pusat dan daerah.
ADVERTISEMENT
Pada rencana awalnya, RUU HKPD akan mencabut UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah serta UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Dalam hal perpajakan daerah, pemerintah berencana memperkuat penerimaan daerah melalui peningkatan local taxing power. Pemprov bakal memiliki kewenangan untuk memungut pajak alat berat dan opsen atas pajak mineral bukan logam dan batuan (MBLB).
Selanjutnya, pemkab/pemkot akan akan memiliki kewenangan untuk memungut opsen pajak kendaraan bermotor (PKB) dan opsen bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).
Ada 5 jenis pajak yang menjadi kewenangan pemkab/pemkot yakni pajak restoran, pajak hiburan, pajak hotel, pajak parkir, dan pajak penerangan jalan. Kelimanya akan diintegrasikan dalam 1 jenis pajak baru yakni pajak barang dan jasa tertentu (PBJT).
ADVERTISEMENT
Keberadaan opsen diharapkan dapat menyelesaikan masalah keterlambatan bagi hasil pajak dari pemprov ke pemkab/pemkot yang selama ini sering terjadi di berbagai daerah.