RUU Migas Berpotensi Timbulkan Ketidakpastian buat Investor

17 Desember 2018 14:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kilang minyak (Foto: Reuters/Todd Korol)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kilang minyak (Foto: Reuters/Todd Korol)
ADVERTISEMENT
Sejak Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2012 lalu, sampai sekarang Indonesia belum memiliki UU Migas yang baru.
ADVERTISEMENT
Kabar terbaru, Revisi Undang Undang (RUU) Migas untuk menggantikan UU No. 22/2001 dalam Rapat Paripurna DPR dua pekan lalu telah disetujui untuk dibahas bersama dengan pemerintah.
Terdapat sejumlah ketentuan dalam RUU ini yang mendapat perhatian dari pelaku usaha migas. Sumber kumparan dari kalangan pelaku usaha hulu migas misalnya, menyoroti Pasal 53 dalam draft terbaru RUU Migas yang menyebutkan bahwa seluruh produksi minyak diprioritaskan untuk kebutuhan dalam negeri.
Eksplorasi migas lepas pantai. (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Eksplorasi migas lepas pantai. (Foto: Wikimedia Commons)
Pasal ini dikhawatirkan akan membuat perusahaan-perusahaan asing yang menjadi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tak bisa membawa pulang minyak jatah bagi hasil miliknya. Padahal berdasarkan Kontrak Kerja Sama, harusnya KKKS bebas membawa pulang atau menjual minyak bagiannya, yang merupakan imbalan atas jasa mereka melakukan eksplorasi dan produksi minyak.
ADVERTISEMENT
"Kalau sudah dibagi, bagian kontraktor harusnya benar-benar menjadi bagian kontraktor. Kalau pemerintah menetapkan untuk kebutuhan dalam negeri, enggak apa-apa juga, selama harganya adalah market price, jadi bukannya discounted price yang berarti penetapan sepihak dari pemerintah. Intinya kalau untuk kontraktor ujung-ujungnya adalah keekonomian operasi," kata sumber kumparan, Senin (17/12).
Pendiri Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto, berharap agar ketentuan tersebut tak diterapkan pada kontrak-kontrak bagi hasil migas yang eksisting. Kepastian untuk investor harus dijaga, jangan sampai Undang Undang bertentangan dengan kontrak yang sudah disepakati sebelumnya.
"Jangan ketentuan berubah di tengah jalan dan menganggu kontrak yang eksisting. Kalau untuk kontrak baru tidak apa-apa, investor sudah paham ketika akan masuk," ujar Pri Agung kepada kumparan.
Pengeboran minyak lapangan Jatiasri-9 (Foto: Antara/Dedhez Anggara)
zoom-in-whitePerbesar
Pengeboran minyak lapangan Jatiasri-9 (Foto: Antara/Dedhez Anggara)
Selain itu, Pri Agung juga mengkritik Pasal 13 ayat 9 dalam draft RUU tersebut, yang menyebutkan bahwa kontrak dapat ditinjau ulang bila dinilai kurang menguntungkan negara.
ADVERTISEMENT
"Itu tidak pada tempatnya karena tidak melindungi investor. Yang harusnya diberikan oleh Undang Undang adalah kepastian," tegasnya.
Meski demikian, menurut Pri Agung, investor tak perlu terlalu risau karena jalan RUU ini masih panjang pembahasannya. Apalagi, masa jabatan para anggota DPR dan pemerintah habis pada 2019. "Ini masih draft, masih banyak yang mentah. Panjang pembahasannya," tutupnya.