RUU Minerba dan Omnibus Law Dikebut Sebelum Izin 7 Perusahaan Tambang Habis

13 Februari 2020 18:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kegiatan tambang batu bara di Kalimantan Selatan. Foto: Michael Agustinus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kegiatan tambang batu bara di Kalimantan Selatan. Foto: Michael Agustinus/kumparan
ADVERTISEMENT
DPR akhirnya mengesahkan Panitia Kerja (Panja) RUU Minerba atau Rancangan Undang-undang Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba) hari ini. Panja dibentuk untuk membahas revisi UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009 yang mandek sejak 2015 lalu.
ADVERTISEMENT
Selain resmi membentuk Panja RUU Minerba, DPR juga telah menerima draf undang-undang sapu jagat alias Omnibus Law Cipta Kerja (Cika). Draft dan surat presiden itu disampaikan diam-diam oleh pemerintah kemarin sore.
Dalam draf UU sapu jagat tersebut juga dimasukkan beberapa poin tentang pengusahaan batu bara di dalam negeri. Dua di antaranya adalah pembebasan royalti batu bara hingga nol persen dan kewajiban menjual batu bara murah untuk pasar dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) ke PT PLN (Persero).
Pembentukan Panja RUU Minerba dan penyerahan draf Omnibus Law Cika dilakukan menjelang izin tujuh perusahaan tambang baru bara pemegang kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Generasi I habis.
Ketuju perusahaan tersebut adalah PT Arutmin Indonesia (2020), PT Kendilo Coal Indonesia (2021), PT Kaltim Prima Coal (2021), PT Adaro Energy Tbk (2022), PT Multi Harapan Utama (2022), PT Kideco Jaya Agung (2023), dan PT Berau Coal (2025).
ADVERTISEMENT
Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto yang mengesahkan Panja RUU Minerba menargetkan pekerjaan ini selesai Agustus 2020. Dia tak menampik jika pembentukan RUU Minerba ini karena banyak izin tambang pengusaha batu bara generasi pertama mau habis.
"Insya Allah (Agustus selesai) karena memang beberapa PKP2B ada yang sudah mau selesai bulan sebelas," kata dia di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (13/2).
Ketua Komisi VII DPR, Sugeng Suparwoto. Foto: Moh Fajri/kumparan
Dalam panja ini nantinya akan membahas mengenai RUU Minerba termasuk Daftar Isian Masalah (DIM) yang diusulkan pemerintah dan DPR. Ada banyak pasal yang bakal ditelanjangi sebelum masuk dalam UU.
Setidaknya ada 13 poin penting yang menjadi isu utama pembahasan dalam panja nanti. Misalnya dalam sektor batu bara, nantinya akan ada perubahan rezim dari pemegang kontrak yang akan habis yakni PKP2B dengan sejumlah ketentuan.
ADVERTISEMENT
"Misalnya di Izin Usaha Pertambangan (IUP) itu kan luasan wilayah dibatasi hanya saja wilayah untuk IUP baru. Bagaiamana dengan PKP2B yang habis? Kan ada perpanjangan otomatis 2x10 tahun. Luasannya memang belum diatur untuk pertambangan yang sudah habis," kata dia.
Sementara luasan yang dibatasi 15 ribu hektare dalam satu wilayah pertambangan akan diberikan pada IUP baru. Kata dia, ini dilakukan agar ada kepastian bagi pengusaha baru bara, bukan hanya kepastian berusaha tapi juga kepastian hukum.
Sementara di draft Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja atau Cilaka yang kini berubah nama jadi Cipta Kerja, luasan wilayah tambang tidak dibatasi, melainkan tergantung rencana kerja perusahaan. Karena itu, Sugeng menjamin tak akan ada aturan tumpang tindih dalam pembahasan Panja RUU Minerba dan Omnibus Law Cika, sebab nanti DPR juga akan membentuk semacam panitia khusus (Pansus) untuk membahas RUU sapu jagat tersebut.
ADVERTISEMENT
"Nanti pasti ada perwakilan dari Komisi VII di dalam pansus atau di level badan legislatif itu dalam membahas Omnibus Law Cika," katanya.
RUU Minerba Memisahkan Perizinan Pabrik Pemurnian
Industri Baja Foto: Reuters/Fabian Bimmer
Dari 13 poin penting yang bakal dibahas dalam Panja RUU Minerba, ada isu yang menyoal tentang pemisahan perizinan pembangunan pabrik pemurnian. Sebelumnya, dalam UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009, tak diatur mengenai perizinan tersebut.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang mengatakan, pemisahan perizinan ini nantinya akan berlaku bagi pengusaha smelter dan pengusaha pertambangan. Jadi, nantinya para perusahaan tambang yang membangun smelter akan dikenakan rezim kontrak Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang berada di bawah Kementerian ESDM.
Sedangkan untuk pengusaha yang hanya membangun smelter tapi tak mempunyai lahan tambang, maka akan memakai rezim kontrak Izin Usaha Industri (IUI).
ADVERTISEMENT
"Kami sudah sepakat dengan Kementerian ESDM bahwa kalau ada investor yang stand alone dan dia melakukan smelting maka mereka izinnya IUI di kami, tapi bagi industri yang punya tambang dan smelter maka itu izinnya IUP. Ini sudah menjadi kesepakatan jadi kami kira, kami mendukung upaya dari UU Minerba ini," kata dia di Komisi VII DPR RI, Kamis (13/2).
Kata dia, tujuan dari pemisahan perizinan tersebut sebenarnya bertujuan satu yakni hilirisasi di sektor tambang. Dengan begitu, produksi sumber daya alam yang selama ini diekspor mentah-mentah bisa mempunyai nilai tambah.
Selain itu, dia juga berharap program ini bisa membuka banyak lapangan pekerjaan. Karena itu, hilirisasi juga dibahas dalam draf Omnibus Law Cipta Kerja.
ADVERTISEMENT