Saat Sri Mulyani Selip Lidah, Sebut Menko Airlangga sebagai Bapak Presiden

15 Juni 2021 14:48 WIB
·
waktu baca 1 menit
Menkeu Sri Mulyani dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto saat konferensi pers terkait dampak virus corona di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (13/3).  Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menkeu Sri Mulyani dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto saat konferensi pers terkait dampak virus corona di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (13/3). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani beberapa kali selip lidah saat menyampaikan paparannya di depan publik. Kali ini, Menkeu menyebut 'Bapak Presiden' pada Menko Perekonomian Airlangga Hartarto hingga Ketua BPK Agung Firman Sampurna.
ADVERTISEMENT
Kejadian itu terjadi saat Sri Mulyani tengah menjadi salah satu pembicara dalam acara Foresight BPK. Sri Mulyani saat itu menyampaikan materi mengenai risiko fiskal dan tantangan memulihkan ekonomi.
Dia mengatakan, kemarin Airlangga baru saja mengadakan rapat bersama para gubernur dan kepala daerah lainnya untuk membahas penanganan COVID-19.
"Pak Menko rapat mengumpulkan para gubernur, sudah ada anggaran penanganan COVID, daerah belum tentu laksanakan tepat waktu dan tepat kualitas. Dan kita harus menjaga defisit APBN kita supaya tidak naik," kata Sri Mulyani saat menjadi pembicara Foresight BPK, Selasa (15/6).
"Nah Bapak Presiden, eh Bapak Presiden. Bapak Ketua BPK, Bapak Menko yang saya hormati," lanjutnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers tentang UU Cipta Kerja di Kemenko Perekonomian, Rabu (7/10). Foto: Kemenko Perekonomian
Sri Mulyani pun segera menyadari ucapannya tersebut salah. Ia tersenyum tipis menyadari hal itu dan kembali melanjutkan pemaparannya.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, saat ini Indonesia juga menghadapi risiko fiskal berupa kenaikan defisit akibat penambahan jumlah utang pemerintah. Untuk itu, hal ini perlu untuk diwaspadai, terutama adanya tren kenaikan suku bunga di AS. Meskipun, saat ini kenaikan imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) relatif datar dibandingkan yield US Treasury tenor 10 tahun.
"Tapi beban dari kenaikan defisit yang sangat besar akibat COVID-19 akan mempengaruhi outlook APBN ke depan. Oleh karena itu, berbagai langkah untuk menjaga keseimbangan APBN dan untuk memulihkan ekonomi harus dilakukan seimbang dan hati-hati," pungkasnya.