Sanksi Tambahan Disiapkan untuk Eksportir yang Ogah Bawa Pulang Devisa

30 Agustus 2018 12:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Mata Uang Dolar (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Mata Uang Dolar (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah membuka opsi untuk menambah sanksi bagi eksportir yang enggan menaruh devisa hasil ekspor (DHE) di perbankan dalam negeri. Nantinya, pemerintah tak akan melayani kegiatan ekspor bagi eksportir yang nakal tersebut.
ADVERTISEMENT
Adapun dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/10/PBI/2014 tentang Penerimaan DHE dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri, eksportir yang melanggar kewajiban tersebut bisa dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 0,5 persen dari nominal DHE yang belum diterima, dengan nominal paling banyak sebesar Rp 100 juta untuk satu bulan pendaftaran pemberitahuan ekspor barang (PEB).
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, rencana penambahan sanksi tersebut bertujuan agar para eksportir lebih patuh untuk memasukkan devisanya ke dalam negeri. Sebab hingga saat ini hanya 85 persen DHE yang balik ke Indonesia.
"Ada perlu instrumen supaya comply (patuh). Kan problemnya comply belum 100 persen. BI sudah turunkan biaya swap-nya, nah kalau mau lebih efektif lagi, perlu dipikirkan instrumen lain supaya compliance tinggi, salah satunya dengan enforcement tadi," ujar pria yang akrab disapa Susi kepada kumparan, Kamis (30/8).
ADVERTISEMENT
Dia melanjutkan, sanksi tersebut pernah diterapkan pada 2011. Ditjen Bea dan Cukai tak melayani kegiatan ekspor dari eksportir tersebut setelah ada laporan dari BI.
"Kita pernah punya pengalaman enforcement dengan cara kita tidak layani ekspornya. Itu nanti di Bea Cukai. Itu akan sangat efektif sekali," jelas dia.
"Bea Cukai bisa tidak melayani ekspor, kalau mereka (eksportir) tidak comply dengan aturan kementerian dan lembaga terkait, nah kementerian lembaga terkait ini bisa salah satunya BI," lanjutnya.
Ilustrai ekspor impor di pelabuhan (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrai ekspor impor di pelabuhan (Foto: Pixabay)
Namun Susi mengakui, pada aturan BI maupun pemerintah masih memiliki kendala berupa tak adanya kewajiban menaruh devisa hasil ekspor dalam periode tertentu (holding period). Sementara di negara lain, misalnya Malaysia, telah menerapkan aturan holding period bagi eksportir yang menaruh dananya di negara tersebut.
ADVERTISEMENT
"Bisa aja masukkan DHE, lalu 5 menit kemudian dikeluarin lagi, kan bisa aja. Kita enggak ada aturannya. Kalau di Malaysia dia enam bulan wajib ditaruh, di kita enggak ada aturan itu," tambahnya.
Pemerintah telah mengimbau para eksportir untuk memboyong devisa hasil ekspornya ke perbankan dalam negeri. Hal tersebut dilakukan pemerintah untuk memperkuat stabilitas rupiah. Selain itu, juga untuk menambah cadangan devisa Bank Indonesia (BI) yang selama ini tergerus untuk intervensi valas maupun Surat Berharga Negara (SBN).