Saran Pengamat Agar Esteh Indonesia Tak Rugi Usai Somasi Konsumen

26 September 2022 12:10 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Esteh Indonesia. Foto: Instagram/@esteh.indonesia
zoom-in-whitePerbesar
Esteh Indonesia. Foto: Instagram/@esteh.indonesia
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Somasi yang dilakukan Esteh Indonesia untuk salah satu konsumennya yang komplain melalui cuitan di akun Twitter @Gandhoyy menarik perhatian publik. Atensi masyarakat kini tertuju pada produk minuman dari perusahaan minuman tersebut.
ADVERTISEMENT
Pakar Komunikasi Digital Universitas Indonesia, Firman Kurniawan, menilai perhatian publik yang besar ini bagai pisau bermata dua. Pada satu sisi, hal ini bisa menjadi 'bonus' digital marketing. Namun, pada sisi lainnya hal tersebut bisa menjadi 'hukuman'.
"Menjadi bonus atau punishment, tergantung langkah yang dilakukan Esteh Indonesia berikutnya," kata Firman kepada kumparan, Senin (26/9).
Menurutnya, apabila manajemen Esteh Indonesia menggunakan momen ini untuk membangun interaksi dengan khalayak konsumennya dengan melakukan ekspose tentang produknya, serta menjelaskan soal kandungan gula seperti yang dipermasalahkan di dalam somasi, maka citra buruk yang sempat muncul akan mereda.
"Kalau memang kemanisan, ya untuk produksi berikutnya disesuaikan dengan kadar gula yang sehat. Tapi kalau tidak kemanisan ya tunjukkan komposisi sebenarnya. Alangkah baiknya jika penjelasan tentang kualitas produk ini mengajak pihak ahli sebagai endorser," imbuh Firman.
ADVERTISEMENT
Terlebih, dia mengatakan bahwa pendapat konsumen atas sebuah produk sangat berharga. Menurutnya, lebih baik konsumen memberikan komentar daripada diam-diam konsumen beralih ke kompetitor karena produknya tidak memuaskan.

Pesan Bias Media Sosial

Pada poin-poin somasi, terdapat beberapa hal yag dipermasalahkan. Pertama, pihak manajemen Esteh Indonesia menganggap komplain yang dilayangkan konsumen soal kandungan gula seberat 3 kg adalah informasi menyesatkan.
Selanjutnya, pihak manajemen juga merasa terhina dan merasa nama baiknya tercemar lantaran komplain disampaikan dengan kata-kata 'hewan' dan kata yang kurang baik lainnya.
Firman menjelaskan bentuk komunikasi di media sosial sangat miskin makna. Hal ini lah yang terjadi antara manajemen Esteh Indonesia dengan konsumen yang disomasi.
"Konsumen mempersepsi pendapatnya bakal sulit memperoleh perhatian. Menyikapi persepsi ini, kata kata yang digunakan konsumen cenderung hiperbola, berlebihan dan pilihan kata-kata yang finish menghukum. Padahal tentu saja yang dimaksud bukan itu," kata Firman.
ADVERTISEMENT
"Sedangkan, pihak penjual dengan diterimanya kata kata keras seperti itu merasa tidak nyaman dan mempersepsi pandangan konsumen bakal merugikan produknya serta mempengaruhi konsumen lain. Melayang lah somasi," tambahnya.
Menurutnya, jalan tengah yang dapat ditempuh kedua pihak adalah dengan bertemu dan melakukan dialog. Ia merasa dengan begitu pesan yang ingin disampaikan kedua pihak tidak akan salah makna.
"Yang dimaksud konsumen tak seburuk kata-kata yang digunakannya. Dan pelaku usaha dapat memanfaatkan suara konsumen untuk memperbaiki performa produknya," pungkas Firman.