Saran Pengusaha Agar Perjanjian Dagang Tak Mubazir

3 September 2021 13:53 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pet kemas Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pet kemas Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Pengusaha memberi masukan kepada pemerintah agar perjanjian dagang atau Free Trade Agreement (FTA) tak mubazir. Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri, Shinta Kamdani, mengusulkan strategi offensive dan defensive untuk memanfaatkan FTA.
ADVERTISEMENT
Shinta mengatakan, strategi offensive bisa dilakukan dengan sosialisasi penggunaan FTA untuk ekspor dan investasi atau business match-making. Selanjutnya pemerintah harus meningkatkan market intelligence untuk pelaku usaha.
“Kemudian perluasan program pemberdayaan compliance ekspor dan financing ekspor khususnya untuk UMKM,” kata Shinta dalam webinar yang digelar BPPP Kemendag, Jumat (3/9).
Shinta Widjaja Kamdani dalam acara CEO Talks di The Sultan Hotel, Jakarta, Rabu (10/4). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Shinta menjelaskan strategi offensive berikutnya adalah penyederhanaan prosedur ekspor di dalam negeri. Ia merasa hal tersebut penting, apalagi pengusaha Indonesia tidak bisa memintanya penyederhanaan secara langsung ke negara tujuan ekspor.
“Selanjutnya promosi investasi di luar negeri dan peningkatan fasilitasi investasi khususnya dalam kesigapan follow up kepada investor dan debottlenecking realisasi investasi,” ujar Shinta.
Sementara itu untuk strategi defensive, pemerintah harus mempercepat reformasi struktural dan reformasi birokrasi untuk peningkatan daya saing investasi. Shinta menganggap upaya itu sudah terlihat dengan adanya Omnibus Law.
ADVERTISEMENT
Menurut Shinta, harus ada juga penurunan biaya usaha utama agar sesuai rata-rata ASEAN termasuk mulai dari segi upah, logistik, listrik, gas, air, hingga suku bunga pinjaman.
“Kemudian fasilitasi kebijakan dan dukungan akses financing yang affordable untuk adopsi teknologi produksi terbaru. Terus perbaikan iklim usaha sektoral untuk memperbaiki domestic supply chain mismatch,” ungkap Shinta.
“Kemudian memperkuat kapabilitas dan kapasitas penyelidikan anti monopoli, anti dumping, anti subsidi, dan lain-lain,” tambahnya.