Seberapa Manjur Resep Jokowi Obati PHK Akibat Corona?

9 April 2020 12:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang penjual koran beristirahat di depan toko yang tidak beroperasi di kawasan perdagangan Pasar Baru, Jakarta, Selasa (24/3/2020). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
zoom-in-whitePerbesar
Seorang penjual koran beristirahat di depan toko yang tidak beroperasi di kawasan perdagangan Pasar Baru, Jakarta, Selasa (24/3/2020). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
ADVERTISEMENT
Lebih dari 1,2 juta pekerja telah dirumahkan hingga mengalami pemutusan hubungan kerja karena kinerja perusahaan terdampak virus corona. Angka tersebut, baru merupakan data yang tercatat di Kementerian Ketenagakerjaan per 7 April 2020.
ADVERTISEMENT
"Total jumlah perusahaan yang merumahkan pekerja dan PHK sebanyak 74.430 perusahaan dengan jumlah pekerja/buruh/tenaga kerja sebanyak 1.200.031 orang, " kata Menaker Ida Fauziyah, Rabu (8/4).
Pandemi COVID-19 ini baru saja berlangsung sebulan di Indonesia, dengan langkah penanganan (Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB) yang akan dimulai besok di DKI Jakarta sebagai kota pertama. Dengan kondisi tersebut, bukan tidak mungkin angka PHK yang sudah dan akan terjadi jauh lebih besar.
Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iswantono mengatakan hingga saat ini para pengusaha, mulai dari perhotelan hingga otomotif, masih berusaha menghindari PHK. Bila langkah ini kemudian tak terhindarkan, ada jutaan pekerja yang bakal mengalami nasib buruk itu.
Membendung meledaknya PHK ini, Presiden Jokowi menyiapkan sejumlah jaring pengaman. Sebut saja dari Kartu Pra Kerja yang tadinya diperuntukkan membuka lapangan kerja baru, kini beralih untuk menanggulangi korban PHK hingga pengemudi ojek online.
ADVERTISEMENT
Nominal yang disiapkan pun naik dua kali lipat, dari Rp 10 triliun menjadi Rp 20 triliun. Salah satu kartu sakti yang dikampanyekan Jokowi sewaktu pemilu itu, diproyeksikan dapat menjamin 5,6 juta orang.
Para buruh korban PHK bersiap untuk melakukan penyemprotan disinfektan di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cilincing, Jakarta, Selasa (7/4). Foto: Dok. Biro Humas Kemnaker
Ada pula program padat karya tunai yang ditingkatkan hingga lima kali lipat. Terakhir, yakni opsi untuk mempekerjakan korban PHK melalui Kemnaker sebagai penyemprot disinfektan.
Lantas, seberapa manjurkah langkah Jokowi untuk mengantisipasi dampak pandemi global ini?
Ekonom INDEF Bhima Yudhistira mengatakan, berbagai stimulus yang disiapkan Jokowi itu cenderung tak siap secara data dan tak tepat sasaran.
Seperti Kartu Pra Kerja, yang dinilai Bhima bakal tak siap secara data. Jarak antara diterbitkannya surat Kementerian Koordinator Perekonomian untuk pendataan pekerja yang terdampak hingga rencana dibagikan, hanya hitungan hari saja.
ADVERTISEMENT
"Persoalan data, misalnya Kartu Pra Kerja terkait data PHK dan ojol, surat dari Kemenko Perekonomian tertanggal 29 Maret, kemudian deadline data disetor 1 April, tanggal 7 April rencana program Kartu Pra Kerja jalan. Memangnya ini proyek Bandung Bondowoso, datanya pasti belum siap," ujar Bhima kepada kumparan, Kamis (9/4).
Peneliti Indef Bhima Yudhistira saat menghadiri Diskusi Kinerja OJK Ditengah Kasus Jiwasraya, Selasa (28/1). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Kekhawatiran Bhima itu, kini mulai terbukti. Kartu yang sejatinya bakal dibagikan hari ini, malah mengalami kendala teknis.
Situs Kartu Pra Kerja sulit diakses dan pemerintah memutuskan mengundur penerbitannya jadi 11 April 2020. Padahal PSBB di DKI Jakarta sudah berlaku, meski Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengumumkan baru diberlakukan secara resmi, Jumat (10/4).
Situasi ini bakal berdampak pada masalah validitas penerima dan lambatnya realisasi kartu tersebut. Hal itu menyebabkan penerapan PSBB bakal berjalan lebih dulu tanpa dibarengi jaring pengaman.
ADVERTISEMENT
"Misalnya sederhana, PSBB di DKI jakarta mau diberlakukan Jumat. Di mana dalam aturan menteri kesehatan, ojol dilarang angkut penumpang. Tapi jaring pengaman belum dibagikan, kan datanya baru dicari khususnya driver ojol. Ini menurut saya di lapangan pasti bermasalah. jadi kecepatan pemutusan PSBB tidak sebanding dengan kecepatan pencairan bantuan sosial," jelasnya.
Pengemudi ojek daring tertidur diatas sepeda motornya tak jauh dari salah satu rumah makan akibat sepinya orderan di Kendari, Sulawesi Tenggara, Rabu (8/4). Foto: ANTARA FOTO/Jojon
Itu belum termasuk permasalahan pengawasan di lapangan. Dana sebesar Rp 20 triliun itu bukan tidak mungkin diselewengkan. Pengawasan publik menjadi sulit karena di Perppu nomor 1 tahun 2020, terdapat Pasal 27, di mana stimulus termasuk bantuan sosial, pejabatnya tidak bisa dituntut secara perdata, pidana, PTUN, dan bukan dianggap kerugian negara.
"Menurut saya ini sudah cacat sejak lahir, ini kan anggaran juga naik dari Rp 10 triliun ke Rp 20 triliun. Hati-hati ada penumpang gelap," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Bhima menilai berbagai program yang disiapkan pemerintah ini, banyak yang akan tidak tepat sasaran. Target penerima bantuan masih terbatas di masyarakat miskin, sementara yang rentan miskin menurutnya ada 115 juta orang dan belum tercover jaring pengaman bansos senilai Rp 110 triliun.
Ia kemudian membandingkan dengan Malaysia yang sejak 20 Januari 2020 telah siap dengan bantuan 300 ringgit Malaysia per rumah atau setara Rp 1,1 juta.
"Di Amerika Serikat langsung to the point per kepala USD 1,200 cash transfer (BLT). Jadi tidak perlu dikasih training dulu seperti Kartu Pra Kerja, menurut saya itu enggak nyambung ya. Orang butuh uang untuk makan karena kehilangan pendapatan, ini di Indonesia malah disuruh ikut pelatihan online dulu," pungkas Bhima.
ADVERTISEMENT