Sekjen PBB: Kami Tak Akan Biarkan COVID-19 Berujung Pandemi Utang

21 November 2020 10:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sekjen PBB Antonio Guterres Foto: REUTERS/Murad Sezer
zoom-in-whitePerbesar
Sekjen PBB Antonio Guterres Foto: REUTERS/Murad Sezer
ADVERTISEMENT
Sekretaris Jenderal Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres memperingatkan bahwa negara-negara berkembang saat ini berada di jurang kehancuran akibat pandemi COVID-19. Ekonomi yang porak poranda, jumlah kemiskinan yang meningkat, hingga kelaparan dan penderitaan yang tak lagi terhitung.
ADVERTISEMENT
Hal itu dikatakan Guterres dalam media briefing Konferensi Tingkat Tinggi Kelompok 20 Ekonomi Utama (KTT G20) 2020 secara virtual pada Sabtu (21/11).
G20 diisi oleh 19 negara dengan ekonomi terkuat di dunia, yakni Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, Inggris Raya, China, India, Indonesia, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Korea Selatan, Meksiko, Prancis, Rusia, Turki, serta Uni Eropa.
Hingga Juni 2020, G20 telah menangguhkan pembayaran utang kepada lebih dari 70 negara termiskin di dunia. Namun demikian, Guterres ingin para pemimpin negara berbuat lebih banyak lagi.
“Saya mendorong perpanjangan tersebut hingga akhir 2021 dan secara kritis dapat memperluas cakupan inisiatif ke semua negara berkembang dan berpenghasilan menengah-bawah,” katanya.
Petugas membawa pasien COVID-19 yang terbungkus dalam kantong evakuasi dan akan dibawa dengan Helikopter medis untuk dipindahkan dari rumah sakit CHU de Liege ke Jerman, di Liege, Belgia. Foto: Yves Herman/REUTERS
Selain itu, Guterres juga meminta negara-negara untuk meningkatkan ekonomi yang berkelanjutan. Sebab efek domino dari pandemi COVID-19 dapat berujung pada kehancuran ekonomi global dan kenaikan utang.
ADVERTISEMENT
“Kami tidak bisa membiarkan pandemi COVID-19 menyebabkan pandemi utang,” tegasnya.
Menurut dia, triliunan dolar untuk pemulihan COVID-19 adalah uang yang dipinjam dari generasi mendatang. Untuk itu, setiap sen dari dana tersebut harus digunakan untuk kebijakan yang berkelanjutan dan memperlambat perubahan iklim.
“Kita tidak bisa menggunakan sumber daya itu untuk kebijakan yang membebani mereka, dengan segunung utang di bumi yang rusak dan berbahaya,” tambahnya.