Seller Toko Online Ungkap Untung-Rugi Sistem Pembayaran COD

28 Mei 2021 18:37 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kurir. Foto: Diah Harni/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kurir. Foto: Diah Harni/kumparan
ADVERTISEMENT
Sistem pembayaran COD tengah ramai diperbincangkan setelah munculnya beberapa video konsumen memarahi atau mengancam kurir, sebab barang yang dibeli di toko online tidak sesuai dengan yang diterima.
ADVERTISEMENT
Seorang seller di toko online, Jonathan atau yang dikenal luas di instagram melalui akun @ceritaombotak, mengatakan sistem COD seharusnya tepat bagi masyarakat yang baru mulai aktivitas belanja online.
“Jadi mereka belum ada trust kirim duit dulu, barangnya baru dikirim berikutnya. Mereka maunya ada barang, ada duit,” kata Jonathan saat dihubungi, Jumat (28/5).
Jonathan mengatakan sistem COD sebenarnya juga bisa menambah pertumbuhan penjualan. Sebab, ada tambahan pembeli yang semula tidak mau belanja sebelum adanya sistem COD.
Meski begitu, Jonathan menjelaskan para seller juga bisa memilih tidak mengaktifkan fitur COD. Ia mengaku saat ini tetap memakai sistem COD dalam menjual barang.
“Yang sudah (aktifkan) COD harusnya paham risikonya. Buat saya kenapa COD karena menurut saya COD naikin sales. Buat saya ini pilihan, tapi ada risiko,” ujar Jonathan.
ADVERTISEMENT
Beberapa risiko dari seller menurut Jonathan adalah gagalnya COD yang membuat barangnya dikembalikan. Barang bisa saja utuh, tapi packaging sudah rusak.
Polres Bogor mengamankan pria yang todongkan pistol ke kurir. Foto: Dok. Istimewa
Risiko selanjutnya saat ada pengiriman gagal tetapi statusnya diterima. Selain itu, bisa juga ada barang yang tertukar saat proses di lapangan.
Jonathan menganggap sistem COD tetap bisa membantu seller berjualan. Ia juga merasa para konsumen khususnya yang unbankable juga terbantu. Namun, Jonathan tidak heran kalau ada pembeli yang marah-marah. Sebab, literasinya mengenai COD memang masih perlu ditingkatkan lagi.
“Makanya kalau mereka marah-marah atau apa selisih sama kurir marah-marah itu sebenarnya wajar karena level of education-nya sama status ekonominya memang middle law,” terang Jonathan.
“Nah apalagi kalau kita melihat fenomena ini bukan baru tapi karena ada kasus viral ini baru ke blow up. Padahal sebenarnya kasus seperti ini sudah lazim karena namanya ada COD pasti banyak kesalahpahaman,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Hanya saja, Jonathan menyayangkan kalau sampai kurir yang menjadi korban dari ketidakpahaman pembeli. Padahal, kurir hanya bertugas mengantarkan barang.
Lebih lanjut, Jonathan menuturkan literasi COD ke pembeli sebenarnya sudah dilakukan juga oleh marketplace. Ia mencontohkan saat marketplace ada program COD gratis.
Program gratis itu diberikan sebagai upaya agar pembeli paham dan terbiasa belanja online. Setelah diberikan seperti gratis COD 6 kali, pembelian seterusnya yang dilakukan konsumen sudah dikenakan biaya.
“Sebenarnya gratis sampai 6 kali, sampai 7 kali bayar. Jadi ini COD untuk edukasi, setelahnya kalau sudah nyaman pesanan ke 7 seterusnya dia kena. Jadi marketplace sebenarnya ada upayanya. Yang disasar unbankable. Untuk pembeli yang sudah nolak COD sampai dengan dua kali dia nggak bisa COD lagi dalam 60 hari, di-banned,” tutur Jonathan.
ADVERTISEMENT