Setelah Faisal Basri, Giliran Rizal Ramli Menyoal Utang RI

27 Juni 2021 13:49 WIB
·
waktu baca 1 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rizal Ramli di Gedung KPK, Jumat (19/7). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Rizal Ramli di Gedung KPK, Jumat (19/7). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
Sederet ekonom menyoroti posisi utang pemerintah Indonesia. Setelah ekonom senior Faisal Basri soal besaran utang ini, kini giliran Rizal Ramli.
ADVERTISEMENT
Faisal Basri sebelumnya menyinggung soal besarnya porsi defisit anggaran yang dibiayai oleh utang yang tak bisa dijadwalkan ulang apabila jatuh tempo. Menurutnya, sebesar 87 persen utang pemerintah berupa surat utang yang beredar di pasar.
Sementara Rizal Ramli menyebut data yang digunakan pemerintah dalam menunjukkan indikator utang tidak tepat. Sehingga hasil yang muncul adalah posisi utang Indonesia lebih baik dari Jepang.
"Coba lihat Net International Investment Position. RI minus USD 281 miliar, Jepang plus USD 3,375 triliun," tulis Rizal Ramli di akun Twitter pribadinya, dikutip kumparan, Minggu (27/6).
Pernyataan Faisal Basri kemudian ditanggapi oleh Staf Khusus Kementerian Keuangan Yustinus Prastowo. Menurut Prastowo, porsi utang tersebut saat ini lebih besar dari domestik atau bersumber dari Surat Berharga Negara (SBN).
ADVERTISEMENT
"Artinya kita lebih berdaulat karena porsi pinjaman mengecil. Pula porsi SBN yang dipegang residen semakin besar, 77 persen dibanding 60 persen pada 2017 sehingga lebih stabil," jawab Prastowo.
Kendati begitu, ia mengaku enggan menanggapi apa yang disinggung oleh Rizal Ramli. Menurutnya, kritik tersebut sama sekali tidak relevan.
"Untuk Pak RR tidak perlu ditanggapi saat ini karena tidak relevan," ujar Prastowo kepada kumparan, Minggu (27/6).
Prastowo menjabarkan, dengan berbagai respons kebijakan extraordinary yang dikeluarkan pemerintah pada tahun 2020, perekonomian relatif cenderung tumbuh cukup baik dibanding negara lain.
Ia menegaskan pemerintah dalam mengelola pembiayaan selalu hati-hati, kredibel dan terukur. Termasuk dalam momentum pandemi COVID-19 yang mengakibatkan terjadinya perlambatan ekonomi global.
"APBN berfungsi sebagai instrumen kebijakan countercyclical dengan pembiayaan sebagai alat untuk menjaga ekonomi. Pemerintah juga meningkatkan reformasi perpajakan untuk optimalisasi pendapatan negara," tuturnya.
ADVERTISEMENT