Setoran Cukai Tembakau Besar, Pemerintah Diminta Perhatikan Buruh Padat Karya

13 Juni 2022 16:57 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang petani memeriksa daun tembakau di perkebunan tembakau di Kuta Cot Glie, provinsi Aceh, Indonesia pada 6 Januari 2022. Foto: CHAIDEER MAHYUDDIN / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Seorang petani memeriksa daun tembakau di perkebunan tembakau di Kuta Cot Glie, provinsi Aceh, Indonesia pada 6 Januari 2022. Foto: CHAIDEER MAHYUDDIN / AFP
ADVERTISEMENT
Pemerintah diimbau untuk memperhatikan kondisi pekerja di industri hasil tembakau dalam menetapkan regulasi pertembakauan di Indonesia. Sebab, IHT merupakan sektor industri padat karya yang menyerap jutaan tenaga kerja mulai dari petani, pekerja pabrik, dan pedagang eceran.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, dalam tiga tahun terakhir, tarif cukai rokok naik 23 persen di tahun 2020, 12,5 persen di tahun 2021, dan naik 12 persen di tahun 2022.
Sementara kinerja penerimaan cukai hasil tembakau sepanjang 2021 tercatat mencapai Rp 188,81 triliun atau 108,65 persen dari target Rp 173,78 triliun. Realisasi tersebut tumbuh 10,91 persen dari kinerja tahun sebelumnya yang senilai Rp 170,24 triliun.
Anggota Komisi IV DPR RI Mindo Sianipar mengatakan, industri hasil tembakau menopang nasib banyak pekerja, khususnya para pekerja pabrik yang sumber penghasilannya berasal dari pabrik-pabrik rokok. Menurut Mindo, bagi sebagian besar pekerjanya, pabrik rokok menjadi satu-satunya sumber pendapatan keluarga mereka, sehingga ia berharap agar pemerintah terus mendukung eksistensi dan perkembangan industri hasil tembakau nasional.
ADVERTISEMENT
“Industri ini harus dijaga keberadaannya. Salah satunya dengan menetapkan regulasi yang adil dan mendukung perkembangannya. Jangan sampai dalam perumusan kebijakan, nasib para pekerja ini tidak diperhatikan dan hanya mendengarkan pihak yang memiliki kepentingan lain dan justru mengorbankan kepentingan para pekerja tersebut,” ujar Mindo kepada wartawan, Senin (13/6).
Tak hanya dari aspek penyerapan tenaga kerja, Mindo menjelaskan bahwa industri hasil tembakau memiliki kontribusi besar terhadap penerimaan negara melalui Cukai Hasil Tembakau (CHT). Ini yang membuat industri padat karya punya peran penting sebagai industri strategis yang mendorong pertumbuhan perekonomian nasional.
“Negara menerima uang ratusan triliun dari cukai tembakau. Jutaan pekerja juga mendapatkan penghasilan dari sini yang membuat roda perekonomian terus berputar. Jadi tidak patut apabila pemerintah termakan omongan pihak-pihak luar yang ingin mematikan industri ini,” tegas Mindo.
ADVERTISEMENT
Selain berkontribusi secara langsung terhadap perekonomian nasional, lanjut Mindo, industri ini juga menggerakkan perekonomian daerah melalui industri pendukungnya, seperti hadirnya pabrik-pabrik kecil di daerah. Salah satu yang juga besar kontribusinya yaitu hadirnya mitra produksi sigaret yang turut memproduksi sigaret kretek tangan (SKT).
Buruh linting rokok beraktivitas di salah satu pabrik rokok di Blitar, Jawa Timur, Kamis (25/3/2021). Foto: Irfan Anshori/Antara Foto
Mitra produksi sigaret ini tersebar di beberapa daerah di Indonesia sehingga dapat menyerap tenaga kerja lokal. Hal ini, tambah Mindo, tentu dapat menciptakan multiplier effect baik pada sektor IHT maupun industri pendukung lainnya, dengan mengurangi angka pengangguran, dan menggerakkan perekonomian setempat menuju kesejahteraan masyarakat yang lebih baik di daerah tersebut.
Mindo menjelaskan bahwa sebagai perpanjangan tangan dari masyarakat, ia akan berusaha melindungi dan memperjuangkan apa yang menjadi hak masyarakat, termasuk hak para pekerja di pabrik-pabrik rokok.
ADVERTISEMENT
Pada kesempatan terpisah, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia sekaligus Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) Prof Hikmahanto Juwana juga mendorong agar pemerintah melindungi industri hasil tembakau dari serangan-serangan pihak luar yang hendak mengintervensi kebijakan tembakau di dalam negeri. Pasalnya, industri ini memiliki dampak yang signifikan dalam menopang perekonomian negara.
“Intinya adalah kedaulatan kita harus dijaga, jangan mudah dikikis. Saya tahu banyak keinginan, tapi pemerintah harus memperhatikan semua kepentingan, jangan sampai satu sisi saja tapi merusak yang lainnya, apalagi membiarkan kelompok-kelompok tersebut untuk mencampuri proses pembuatan kebijakan yang berdampak pada masyarakat luas” kata Hikmahanto.
Ia mengatakan, sudah seharusnya pemerintah mempertimbangkan suara dari seluruh pemangku kepentingan IHT dalam menentukan kebijakan, sebagaimana diamanatkan oleh Konstitusi, dan bukan hanya sisi kesehatan saja.
ADVERTISEMENT
"Pemangku kepentingan di sini termasuk industri, pekerja, petani, serta instansi terkait seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan," tegas Hikmahanto.