Siasat Pertamina Bikin Harga Gas di Jambaran - Tiung Biru Jadi Murah

13 Oktober 2019 10:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pertamina Mulai Pengeboran Gas di Jambaran-Tiung Biru. Foto: dok. Pertamina
zoom-in-whitePerbesar
Pertamina Mulai Pengeboran Gas di Jambaran-Tiung Biru. Foto: dok. Pertamina
ADVERTISEMENT
Sempat terkatung-katung, Proyek Pengembangan Lapangan Gas Unitisasi Jambaran Tiung Biru (JTB) akhirnya memulai proses pengeboran pada Rabu (9/10). JTB sempat diragukan bisa berjalan setelah ExxonMobil memutuskan untuk keluar dari proyek ini pada 2017 lalu. Tapi ternyata proyek ini justru bisa berjalan setelah diambil alih sepenuhnya oleh PT Pertamina EP Cepu (PEPC).
ADVERTISEMENT
Bukan hanya jalan, PEPC berhasil menurunkan biaya investasi yang dibutuhkan untuk proyek ini, sehingga harga gas yang dihasilkan jadi lebih murah.
PEPC awalnya bermitra dengan ExxonMobil Cepu Limited dalam mengoperasikan JTB. Pada 2015, revisi Plan of Development (POD) alias rencana pengembangan JTB diserahkan pada pemerintah. Exxon ingin menjalankan proyek JTB dengan biaya investasi (capital expenditure/capex) sebesar USD 2 miliar dengan produksi gas 172 MMscfd.
Tingginya capex itu membuat harga gas yang dihasilkan jadi mahal, yakni mencapai USD 8 per MMbtu dengan eskalasi (kenaikan) 2 persen per tahun. Tapi kini JTB dikerjakan PEPC dengan biaya investasi hanya USD 1,5 miliar atau berkurang USD 500 juta. Harga gas pun turun menjadi USD 7,6 per MMbtu tanpa eskalasi alias tak akan naik.
ADVERTISEMENT
Bagaimana cara PEPC menurunkan harga gas JTB?
PEPC memulai langkah penghematan dengan mengganti teknologi yang digunakan untuk memisahkan gas bumi dengan kandungan CO2.
"Waktu desain awal, ternyata di GPF-nya (Gas Processing Facility) saking dinginnya, gas itu jadi es. Kalau begini harus dibersihkan tiap minggu. Harus dicari jalan keluarnya. Kita cari teknologi yang lebih bagus. Ketemu teknologi membran. Memisahkan CO2-nya tanpa kimia. Kalau yang lama harus pakai kimia, capex-nya jadi lebih besar," ujar Direktur Utama PEPC Jamsaton Nababan saat berdiskusi dengan media di Bojonegoro, Kamis (9/10).
Pertamina Mulai Pengeboran Gas di Jambaran-Tiung Biru. Foto: dok. Pertamina
Bahkan bukan hanya membuat biaya turun, produksi gas juga bertambah 20 MMscfd menjadi 192 MMscfd. Penyebabnya, teknologi yang dipakai untuk GPF ini tak membutuhkan banyak gas untuk bahan bakar, beda dengan teknologi yang direncanakan sebelumnya. Kenaikan produksi ini tak mengurangi masa produksi gas.
ADVERTISEMENT
"Tadinya pakai teknologi lama 315 MMscfd masuk, keluar 172 MMscfd. Sekarang masuk 315 MMscfd, bisa menghasilkan 192 MMscfd karena processing-nya," katanya.
Penurunan biaya investasi juga terjadi karena pengolahan kandungan H2S yang dipisahkan dari gas bumi. Tadinya direncanakan H2S tersebut diolah jadi pelet. Tapi limbah pelet tidak berharga, tidak bisa dijual. Setelah dikaji, ternyata kandungan H2S bisa diolah menjadi asam sulfat.
Indonesia termasuk importir asam sulfat untuk bahan baku industri, salah satunya pupuk. Total impornya mencapai 800 ton per hari. Dari proyek JTB bisa dihasilkan 191 hingga 300 ton asam sulfat per hari. Ini sekaligus bisa mengurangi impor.
Pertamina Mulai Pengeboran Gas di Jambaran-Tiung Biru. Foto: dok. Pertamina
Selain itu, Jamsaton menuturkan, pihaknya tak banyak menggunakan pekerja asing. Dari 500 pekerja PEPC di proyek JTB, hanya ada 5 pekerja asing, satu persen dari total pekerja. Pekerja-pekerja asing ini, katanya, dibayar dengan standar gaji pekerja lokal.
ADVERTISEMENT
"Sebagian dulunya orang Exxon. Dulu dibayar dengan standar pekerja asing. Tapi istrinya orang Indonesia, anaknya kuliah di sini. Mau enggak dibayar separuh harga? Ternyata mau asal dia tetap di Indonesia, enggak ke luar negeri. Ada yang istrinya orang Sidoarjo, bisa bahasa Jawa" ujarnya.
Produksi gas yang dihasilkan oleh Proyek JTB sebesar 192 MMSCFD nantinya akan dialirkan melalui Pipa transmisi Gresik-Semarang. Dengan cadangan gas JTB sebesar 2,5 triliun kaki kubik (TCF), JTB diharapkan dapat memberikan multiplier effect, khususnya untuk mengatasi defisit pasokan gas di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Proyek JTB diproyeksikan akan meningkatkan pendapatan negara dari USD 3,61 miliar atau setara dengan Rp 50,54 triliun (kurs dolar Rp 14.000) selama kontrak bagi hasil (PSC).
ADVERTISEMENT