Simpanan Masyarakat di Bank Makin Gendut, BI Jelaskan Penyebabnya

28 September 2020 12:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas mengitung uang rupiah di salah satu gerai penukaran uang asing di Jakarta, Rabu (27/11). Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
zoom-in-whitePerbesar
Petugas mengitung uang rupiah di salah satu gerai penukaran uang asing di Jakarta, Rabu (27/11). Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
ADVERTISEMENT
Dana masyarakat yang disimpan di bank selama pandemi COVID-19 terus menunjukkan kenaikan. Hal ini terlihat dari keseluruhan Dana Pihak Ketiga (DPK), seperti giro, deposito, atau tabungan, yang tumbuh hingga dua digit.
ADVERTISEMENT
Per Agustus 2020, pertumbuhan DPK mencapai 11,64 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy). Realisasi tersebut lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang hanya tumbuh 8,53 persen (yoy).
Adapun selama semester I 2020, DPK tumbuh 7,5 persen (yoy). Pertumbuhan ini juga lebih tinggi dibandingkan semester I 2019 yang hanya tumbuh 7,42 persen (yoy).
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, pertumbuhan DPK yang tinggi tersebut bisa dipahami dalam kondisi saat ini. Sebab, banyak masyarakat lebih memilih pendapatannya ditabung untuk berjaga-jaga.
"Meningkat dalam konteks masyarakat memang pendapatannya sebagiannya ditabung untuk berjaga-jaga ke depan, karena kenaikan konsumsi belum kuat," ujar Perry saat rapat kerja online dengan Komisi XI DPR RI, Senin (28/9).
ADVERTISEMENT
Pertumbuhan DPK tersebut berbanding terbalik dengan pertumbuhan kredit. Hingga Agustus 2020, pertumbuhan kredit hanya 1,04 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan penyaluran kredit bulan sebelumnya yang tumbuh 1,53 persen (yoy).
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. Foto: Dok. Departemen Komunikasi Bank Indonesia.
Menurut Perry, setidaknya ada tiga faktor yang menyebabkan kredit lambat. Pertama adalah faktor permintaan yang masih lambat, kedua risiko kredit yang masih membayangi perbankan.
"Kredit di Agustus memang rendah 1,04 persen akibat faktor risiko kredit dan kalau dilihat lebih banyak faktor permintaan juga masih rendah," jelasnya.
Sementara faktor terakhir yang masih membayangi kinerja kredit perbankan, adalah masih berlangsungnya pandemi sehingga menghentikan sementara kegiatan ekonomi masyarakat.
"Ke depan dengan perbaikan ekonomi, stimulus fiskal, moneter, dan restrukturisasi kredit dan kebijakan akomodatif, diharapkan pertumbuhan kredit membaik," tambahnya.
ADVERTISEMENT