Simplifikasi & Tarif Cukai Rokok 20 Persen Dinilai Ampuh Turunkan Perokok

3 Juni 2021 20:54 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas Bea dan Cukai menunjukkan barang bukti rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM) ilegal di kantor Bea dan Cukai Kudus, Jawa Tengah, Selasa (16/3/2021). Foto: Yusuf Nugroho/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Petugas Bea dan Cukai menunjukkan barang bukti rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM) ilegal di kantor Bea dan Cukai Kudus, Jawa Tengah, Selasa (16/3/2021). Foto: Yusuf Nugroho/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tarif cukai hasil tembakau atau cukai rokok disarankan minimal 20 persen dan disertai simplifikasi tarif menjadi maksimal lima lapisan untuk menurunkan prevalensi perokok, utamanya pada anak dan remaja.
ADVERTISEMENT
Ketua Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) Aryana Satrya mengatakan, target penurunan prevalensi perokok di Indonesia belum optimal. Hal ini karena kebijakan untuk mengendalikan konsumsi rokok masih harus dilakukan secara konsisten, signifikan, dan sinergis.
“Selain kenaikan cukai hasil tembakau, harus diimbangi dengan kenaikan HJE dan penyederhanaan struktur tarif cukai rokok,” ujar Aryana kepada kumparan, Kamis (3/6).
Dia mengatakan, dalam skenario Bappenas 2021 menunjukkan bahwa kenaikan tarif CHT minimal 20 persen dengan penyederhanaan struktur tarif CHT menjadi 3-5 strata dapat meningkatkan penerimaan negara dan mencapai target penurunan prevalensi perokok anak menjadi 8,7 persen pada 2024.
Ilustrasi rokok Gudang Garam. Foto: Shutter Stock
Adapun kenaikan tarif cukai rokok di tahun ini rata-rata mencapai 12,5 persen. Cukai rokok sendiri memiliki sepuluh lapisan tarif.
ADVERTISEMENT
“Penerapan cukai rokok di Indonesia saat ini masih beragam karena banyaknya golongan tarif cukai ini menyebabkan harga rokok bervariasi, dan memungkinkan masyarakat membeli rokok yang lebih rendah sehingga diperlukan penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau,” jelasnya.
Berdasarkan penelitian dua peneliti UI, Prasetyo dan Adrison di tahun 2019, kebijakan cukai dengan struktur yang kompleks (multi tiers specific) yang mulai berlaku sejak 2009 hingga saat ini di Indonesia, dapat menghambat penurunan konsumsi rokok dan menyebabkan penerimaan negara menjadi tidak optimal.
“Oleh karena itu, dalam setiap kesempatan PKJS-UI selalu merekomendasikan kenaikan CHT harus dibarengi dengan penyederhanaan struktur tarif cukai rokok di Indonesia, dan ini harus dilakukan sedini mungkin,” kata Aryana.
Dia berharap, penyederhanaan struktur tarif cukai dapat dijalankan sesuai reformasi kebijakan fiskal yang dituangkan dalam Peraturan Kementerian Keuangan (PMK) Nomor 77 tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, penyederhanaan struktur tarif cukai rokok juga dinilai penting untuk mengurangi konsumsi rokok. Sebab, hal ini juga akan mengubah variasi harga rokok di pasaran.
Menurut dia, struktur tarif cukai dengan banyak layer juga memberikan insentif bagi perusahaan tembakau untuk memproduksi rokok dengan tarif pajak yang lebih rendah.
“Berkurangnya variasi harga rokok di masyarakat, akan membuat anak, remaja, dan masyarakat miskin semakin tidak terjangkau dalam membeli rokok, dan dampaknya terhadap pengendalian konsumsi akan semakin besar ujarnya," pungkasnya.