Skenario RI Hadapi Pertumbuhan Ekonomi 0 Persen dan Resesi

30 Maret 2020 6:49 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi Foto: ANTARA FOTO/ Dhemas Reviyanto
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi Foto: ANTARA FOTO/ Dhemas Reviyanto
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Perekonomian global dinilai semakin sulit di tahun ini. Bahkan Dana Moneter Internasional (IMF) menyebut pandemi virus corona menyebabkan global mengalami krisis ekonomi dan keuangan.
ADVERTISEMENT
IMF juga menilai, situasi saat ini jauh lebih buruk dibandingkan saat krisis 2008. Lembaga pembiayaan internasional ini pun memproyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini akan negatif, dari sebelumnya yang sebesar 3,3 persen.
Bahkan IMF menyebut ada 81 negara berkembang dan berpenghasilan rendah yang telah meminta bantuan dana darurat.
Lockdown Jabodetabek Sekarang Juga. Foto: Argy Pradypta/kumparan
Sementara untuk Indonesia, Menteri Keuangan Sri Mulyani memiliki skenario terburuk bagi perekonomian domestik. Pertumbuhan ekonomi diramal bisa hanya 0 persen jika situasi semakin buruk, yakni penyebaran COVID-19 berlangsung selama lebih dari enam bulan, karantina wilayah secara penuh (lockdown), hingga sektor penerbangan yang anjlok hingga 100 persen.
"Jika durasi COVID-19 bisa lebih dari 3 sampai 6 bulan, kemudian lockdown, serta perdagangan internasional bisa drop di bawah 30 persen, penerbangan drop sampai dengan 75 persen hingga 100 persen, maka skenario bisa menjadi lebih dalam, pertumbuhan ekonomi bisa di kisaran 2,5 persen bahkan 0 persen," ujar Sri Mulyani saat video conference, Jumat (20/3).
ADVERTISEMENT
Meski demikian, Sri Mulyani memastikan pemerintah akan berupaya untuk meminimalisir dampak penyebaran corona terhadap dunia usaha maupun masyarakat. Sejumlah stimulus di sektor pariwisata hingga perpajakan juga telah digelontorkan pemerintah.
Untuk lebih jelasnya, berikut kumparan rangkum skenario yang disiapkan pemerintah untuk menghadapi krisis ekonomi akibat pandemi virus corona:
Ilustrasi uang rupiah Foto: Maciej Matlak/Shutterstock
Realokasi Anggaran Rp 62,3 Triliun
Pemerintah merealokasikan anggaran belanja kementerian dan lembaga sebesar Rp 62,3 triliun untuk penanganan virus corona. Anggaran ini didapat dengan mengalihkan belanja yang bukan prioritas, seperti perjalanan dinas, seminar, hingga sisa tender.
“Untuk melaksanakan berbagai macam permintaan yang sesuai dengan urgensi di kesehatan, kami sampai hari ini sudah identifikasi Rp 62,3 triliun dari belanja kementerian dan lembaga yang akan bisa direalokasikan untuk bisa diprioritaskan sesuai arahan presiden,” kata Sri Mulyani.
ADVERTISEMENT
Dana realokasi Rp 62,3 triliun itu hanya berasal dari pos belanja pemerintah pusat, belum termasuk dari penghematan di pos transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) maupun dalam APBD 2020.
Namun menurut Sri Mulyani, penghematan dari TKDD bisa mencapai Rp 56-59 triliun. Angka ini juga lebih besar dari perkiraan awal Sri Mulyani sebesar Rp 17,17 triliun.
“Untuk belanja daerah transfer keuangan dana desa, Kemendagri sampaikan dalam sidang kabinet, kita identifikasi Rp 56-59 triliun yang bisa dipakai atau lakukan penghematan untuk reprioritas penanganan COVID-19,” tambahnya.
Stimulus I dan II
Saat virus corona belum memasuki Tanah Air, pemerintah mengeluarkan stimulus untuk mendorong sektor pariwisata.
Mulai dari diskon tiket pesawat, penundaan pajak hotel dan restoran di daerah, hingga yang paling kontroversial berupa anggaran sebesar Rp 72 miliar untuk mendatangkan influencer demi mempromosikan wisata RI. Meski kebijakan untuk influencer ini pada akhirnya ditunda hingga waktu yang belum ditentukan.
ADVERTISEMENT
Adapun total anggaran yang dikeluarkan pemerintah dalam stimulus I ini mencapai Rp 10,3 triliun.
Sementara di stimulus II, pemerintah memberikan insentif perpajakan bagi dunia usaha. Mulai dari pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) 21 bagi karyawan di sektor industri manufaktur, penundaan PPh 22 atau bea masuk, hingga penundaan dan diskon 30 persen PPh 25 atau korporasi pada 19 sektor industri selama enam bulan.
Pemerintah juga menaikkan batasan restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari Rp 1 miliar menjadi Rp 5 miliar bagi dunia usaha. Total anggaran yang digelontorkan pada stimulus kedua itu mencapai Rp 22,9 triliun.
Dengan adanya stimulus I dan II tersebut, pemerintah memproyeksi defisit anggaran akan bertambah Rp 125 triliun atau melebar 0,8 persen. Sehingga proyeksi defisit APBN 2020 akan menjadi 2,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
ADVERTISEMENT
Stimulus III
Tak berselang lama sejak peluncuran stimulus II, pemerintah juga berencana memberikan stimulus III. Rencananya, stimulus ini akan difokuskan pada sektor kesehatan maupun untuk mendorong daya beli masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah atau miskin, termasuk pekerja di sektor informal dan UMKM.
BLT
Bahkan baru-baru ini, pemerintah berencana untuk memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada 29,3 juga warga miskin.
Namun demikian, rencana penyaluran BLT masih dibahas antarkementerian dan lembaga. Mengingat saat ini, setengah dari 29,3 juta orang tersebut telah menerima bantuan pemerintah melalui Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT).
Tak hanya untuk kelompok miskin, pemerintah juga berencana memberikan bantuan bagi kelompok di sektor informal yang terdampak COVID-19. Contohnya para pedagang kecil, pengemudi ojek online, hingga pekerja harian di pusat perbelanjaan.
ADVERTISEMENT
"Datanya dari mana? Kami mencoba koordinasi dengan Pemda, terutama DKI, asosiasi pasar, dan lain-lain. Kedua, yang paling terdampak adalah pelaku usaha transportasi online, Gojek dan Grab. Kami minta data dari Gojek, Grab dan juga sebenarnya beberapa terkait dengan transportasi online lain dan pekerja informal harian lain," jelas Sekretaris Kemenko Perekonomian, Susiwijono saat video conference, Kamis (26/3).
Karyawan menunjukkan uang rupiah dan dolar AS. Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Pelebaran Defisit Anggaran
Tim ekonomi Kabinet Indonesia Maju memahami sejumlah indikator ekonomi makro dalam APBN 2020 akan meleset dari target.
DPR RI juga menyarankan pemerintah untuk segera membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) mengenai Keuangan Negara. Sehingga bagas defisit anggaran bisa diperlebar menjadi 5 persen, dari saat ini 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
ADVERTISEMENT
Selain itu, DPR RI juga menyarankan pemerintah untuk segera membuat Perppu APBN 2020. Ini dilakukan sebagai langkah cepat untuk APBN-Perubahan 2020.
Ilustrasi tenaga medis Foto: sasint
Insentif untuk Tenaga Medis
Presiden Jokowi menyebut akan memberikan insentif kepada para garda terdepan penanganan virus corona. Nominal insentifnya berbeda-beda. Dari Rp 5 juta hingga Rp 15 juta.
"Dokter spesialis akan diberikan Rp 15 juta, dokter umum dan dokter gigi akan diberikan Rp 10 juta. Bidan, perawat diberikan Rp 7 juta, tenaga medis diberikan Rp 5 juta," ujar Jokowi di Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Senin (23/3).
Ilustrasi ojek online. Foto: REUTERS/Beawiharta
Leasing untuk Driver Ojol
Presiden Jokowi juga mengimbau perusahaan pembiayaan atau leasing untuk menangguhkan pembayaran cicilan kredit kendaraan para pengemudi ojek online (ojol) maupun pangkalan yang terdampak
ADVERTISEMENT
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun telah mengeluarkan aturan hukum tersebut dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical.
Namun kenyataannya di lapang, perusahaan leasing masih menagih para ojol untuk membayar cicilan kredit kendaraan. Alasannya beragam, mulai dari kurangnya sosialisasi aturan hingga tak adanya sanksi tegas.
Ekonom senior Indef, Fadhil Hasan, menilai pemerintah saat ini seharusnya memiliki landasan hukum yang lebih jelas terkait kebijakan yang telah dikeluarkan. Apalagi di tengah situasi saat ini, imbauan saja dinilainya tak cukup.
"Pemerintah harusnya ada landasan hukum yang lebih kuat, supaya leasing ini tak menagih. Harus ada hukumnya, sanksinya, enggak cukup hanya imbauan," ujar Fadhil dalam video conference, Minggu (29/3).
Juru bicara Jokowi - Ma'ruf Amin, Ace Hasa Syadzily menunjukan Kartu Pra Kerja, Kartu Indonesia Pintar Kuliah, Kartu Sembako Murah. Foto: Paulina Herasmaranindar/kumparan
Kartu Pra Kerja
ADVERTISEMENT
Pemerintah menegaskan hanya korban putus hubungan kerja (PHK) di sektor informal maupun usaha mikro dan kecil (UMK) yang akan menerima insentif sebesar Rp 1 juta selama empat bulan dalam Kartu Pra Kerja.
Nantinya, korban PHK Adi sektor informal dan UMK itu akan mendapat pelatihan secara online dan menerima insentif sebesar Rp 1 juta setiap bulannya selama empat bulan berturut-turut. Dengan biaya pelatihan sebesar Rp 1 juta.
“Skema ini hanya berlaku selama empat bulan untuk memitigasi dampak COVID-19, yang mengakibatkan banyak pekerja yang ter-PHK karena menurunnya omzet dan usaha di tempat mereka bekerja,” jelasnya.
Bila kondisi dan situasi sudah kembali normal, maka skema yang digunakan program Kartu Pra Kerja adalah skema awal, yaitu dengan total insentif Rp 650.000, dan biaya pelatihan Rp 5 juta.
Pegawai menghitung uang rupiah di gerai penukaran uang Ayu Masagung di Jalan Kramat Kwitang, Senen, Jakarta Pusat, Kamis (7/11). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Recovery Bond
ADVERTISEMENT
Pemerintah juga berencana menerbitkan surat utang untuk kembali memulihkan dunia usaha atau Recovery Bond.
Surat utang yang bertujuan untuk memberikan kredit kepada pelaku usaha tersebut tengah disiapkan aturan hukumnya. Rencananya, aturan hukumnya akan berupa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
Recovery Bond akan diterbitkan dalam denominasi rupiah dan nantinya akan dibeli oleh Bank Indonesia (BI) atau pihak swasta yang masih memiliki kelebihan likuiditas. Dana hasil penerbitan inilah yang akan menjadi kredit khusus bagi pelaku usaha untuk mempertahankan operasional perusahaan.
Namun untuk bisa mendapatkan kredit khusus itu, para pelaku usaha harus memenuhi syarat, yaitu tidak boleh melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Apabila melakukan PHK, suatu badan usaha harus tetap mempertahankan 90 persen karyawan dengan gaji yang tidak boleh berkurang.
ADVERTISEMENT
“Jadi tidak boleh ada PHK. Kalaupun ada PHK, harus mempertahankan 90 persen karyawan dengan gaji yang tidak boleh berkurang dari sebelumnya, baru kita kasih kredit khusus dari Recovery Bond tadi,” ujar Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono dalam keterangannya di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Kamis (26/3).