Soal Minyak Sawit, Ekonom Puji Ancaman Luhut Boikot Produk Eropa

31 Maret 2019 20:47 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menko Maritim Luhut Panjaitan Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menko Maritim Luhut Panjaitan Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Menko Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan, melontarkan ancaman untuk memboikot produk-produk Uni Eropa, sebagai respons atas rencana kawasan itu menghentikan impor minyak sawit Indonesia untuk bahan bakar. Niat Luhut tersebut, menuai pujian dari ekonom senior Bustanul Arifin.
ADVERTISEMENT
Bustanul yang merupakan ekonom senior pada Institute for Development of Economics of Finance (INDEF) menilai, menyikapi persoalan minyak sawit Indonesia di Uni Eropa, tidak perlu terburu-buru mendaftarkan gugatan ke Panel WTO.
“Kita harus berdiplomasi dengan elegan. Gertak-menggertak seperti kemarin itu sudah oke. Misalnya, tidak akan mengimpor Airbus dalam waktu dekat,” kata Bustanul dalam diskusi online, Minggu (31/3).
Sebelumnya Komisi Uni Eropa telah memutuskan menghentikan impor minyak sawit untuk bahan bakar (Biofuel), secara bertahap mulai tahun ini hingga penghentian total 100 persen pada 2030.
Uni Eropa mengambil keputusan itu, setelah menerapkan skema Renewable Energy Directive II (RED II). Perkebunan kelapa sawit, mereka anggap telah memicu penggundulan hutan (deforestasi).
ADVERTISEMENT
"Ya kita lihat. Kami pertimbangkan semua (boikot), tadi saya sudah sebutkan beberapa, dalam hidup ini harus punya pilihan," ungkap Luhut menanggapi hal itu, di Kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Rabu (20/3).
Menurut Bustanul, posisi Indonesia atas isu ini sudah jelas. “Pertanyaannya, apakah Pemerintah benar akan menempuh atau mendaftarkannya ke Dispute Settlement Body di WTO? Atau sedapat mungkin menggunakan jalur diplomasi biasa, proses tarik-ulur, gebrak-menggebrak, ancam-mengancam, dan lain-lain,” imbuhnya.
Dia menambahkan, jika pemerintah akan langsung melompat pada Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB) di WTO, analisis awal harus dilakukan secara cermat. Guru Besar Ekonomi Pertanian Universitas Lampung itu menyatakan, jangan sampai langkah tersebut merugikan diri sendiri dan kalah di DSB.
Selain itu, jika langsung melompat ke DSB, biayanya cukup mahal. Karena
ADVERTISEMENT
Indonesia harus menunjuk lawyer yang kredibel dan mampu bersidang dengan baik. Argumen yang harus dipersiapkan juga harus matang.
“Ingat, Eropa cuma menghalangi masuk CPO untuk biofuel, bukan untuk pangan,” tandas Bustanul.