Sri Mulyani Beberkan Dampak Indonesia Masuk Daftar Negara Maju oleh AS

24 Februari 2020 19:44 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan realisasi APBN 2020 di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (19/2). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan realisasi APBN 2020 di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (19/2). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Kebijakan Amerika Serikat memasukkan Indonesia dalam daftar negara maju, dikhawatirkan berdampak hilangnya diskon tarif preferensi atau generalized system of preferences (GSP) sejumlah komoditas ekspor Indonesia ke AS.
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, hingga saat ini Perwakilan Dagang Amerika Serikat (United States Trade Representative/USTR) belum menentukan kebijakan terkait GSP. Dia pun berharap kebijakan diskon tarif bea masuk ke AS itu tetap berjalan demi mendukung sektor industri.
Adapun saat ini, ada sekitar 3.572 produk Indonesia yang mendapat fasilitas diskon tarif bea masuk ke AS hingga 0 persen. Dari jumlah itu, baru sekitar 836 produk Indonesia yang diekspor ke AS dan mendapat fasilitas GSP.
"GSP masih belum ditetapkan, jadi kita akan tetap lakukan upaya terbaik untuk tetap dapat GSP itu. Dan tentu kita juga akan lihat dari sisi industri kita untuk semakin kompetitif," ujar Sri Mulyani di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (24/2).
Tumpukan peti kemas di Terminal 3 Tanjung Priok, Jakarta, Senin (17/2). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Dia melanjutkan, dicabutnya Indonesia dari daftar negara berkembang, lebih disebabkan oleh kebijakan Countervailing Duties (CVD) yang dilakukan AS.
ADVERTISEMENT
CVD adalah salah satu penerapan pungutan tambahan terhadap produk impor suatu negara. Ada sejumlah komoditas RI yang dibebaskan CVD, salah satunya karet.
"Sebenarnya kalau dilihat dari pengumuman itu lebih ke countervailing duty dan itu sangat spesific untuk CVD. Dan selama ini di Indonesia hanya sektor lima komoditas yang menikmati itu," jelasnya.
Sri Mulyani memastikan dicabutnya fasilitas CVD oleh USTR tak akan berdampak negatif pada perekonomian. Menurut dia, Indonesia memang seharusnya terus berkembang jadi negara maju.
"Jadi sebetulnya enggak terlalu besar sekali pengaruhnya kepada perdagangan kita. Dan CVD ini berbeda dengan GSP," ujarnya.