Sri Mulyani dan PBNU Berdamai

24 Januari 2020 7:54 WIB
Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani saat Konferensi Pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani saat Konferensi Pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Perselisihan antara Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akhirnya berakhir dengan baik. Kemarin, Sri Mulyani menyambangi Kantor PBNU di Jalan Kramat Raya, Jakarta, untuk membahas mengenai kredit ultra mikro.
ADVERTISEMENT
Sebelum kunjungan Sri Mulyani, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Sirodj menyebut mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu tak menepati janji, untuk menggelontorkan kredit murah Rp 1,5 triliun kepada organisasi keagamaan yang dipimpinnya.
Kedatangan Sri Mulyani pun disambut langsung oleh Said Aqil. Bahkan ia menyebut sebagai kunjungan Sri Mulyani sudah ditunggu.
“Ini yang kami tunggu-tunggu, sudah agak lama karena sementara ada vakum, macet seakan-akan hilang komunikasi,” katanya.
Atas saran dan masukan dari PBNU, Sri Mulyani bersepakat untuk memperbaiki dan menyempurnakan skema kredit ultra mikro kepada masyarakat tidak mampu, dengan bunga serendah-rendahnya sebagai afirmasi kepada rakyat kecil.
Belum ada komentar dari Sri Mulyani atas kunjungannya ke PBNU tersebut. Bahkan Sri Mulyani yang biasanya aktif di sosial media, kali ini sama sekali tak memposting kegiatan tersebut.
ADVERTISEMENT
Hanya Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Nufransa Wira Sakti yang mengonfirmasi kunjungan tersebut.
“Benar. Pertemuannya kemarin sore, untuk membahas kredit ultra mikro,” kata pria yang akrab disapa Frans itu kepada kumparan.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menyampaikan pidato kebudayaan di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), Jakarta, Selasa (22/10). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Awal Perselisihan
Hal ini berawal dari pernyataan Said Aqil dalam sebuah sambutan yang diunggah di YouTube pada 22 Desember 2019 dalam akun Menembus Batas. Tak disebutkan jelas di mana lokasi Said Aqil saat berbicara hal itu.
Dia menyebut, dana yang dijanjikan pemerintah kepada PBNU untuk Kredit Ultra Mikro (UMi) sebesar Rp 1,5 triliun belum terlaksana.
"Pernah kita MoU dengan Menteri Sri Mulyani, katanya akan menggelontorkan kredit murah Rp 1,5 triliun. Sampai hari ini satu peser pun belum terlaksana. Ini biar tahu semua, seperti apa pemerintah kita ini. Biar tahu semua," kata Said dikutip kumparan dalam akun YouTube Menembus Batas, Kamis (26/12).
ADVERTISEMENT
Pernyataan Said Aqil itu langsung dibantah Kemenkeu. Frans membantah dana tersebut belum dicairkan pemerintah.
"Apa yang disampaikan Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj yang mengatakan bahwa sampai hari ini kredit usaha yang dijanjikan belum ada satu peser pun yang terlaksana, adalah sama sekali tidak benar," kata dia kepada kumparan.
Kata dia, dana yang dimaksud adalah pelaksanaan penyaluran Pembiayaan UMi (Ultra Mikro) dengan koperasi yang berbasis ormas Islam. NU menjadi salah satu ormas yang menerimanya. Dana tersebut dialokasikan dalam APBN 2017.
Menteri Keuangan Sri Mulyani di Festival Transformasi 2019 di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (29/10). Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan
Sri Mulyani Salurkan UMi lewat Pihak Ketiga
Menurut Sri Mulyani, uang yang diributkan Ketua PBNU Rp 1,5 triliun adalah dana dari APBN 2017. Dana tersebut dalam rangka mendukung penguatan ultra mikro (UMi) yakni sektor usaha di bawah kelas Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang tak punya akses pembiayaan.
ADVERTISEMENT
DPR pun setuju terhadap pembiayaan tersebut, termasuk ke level grass root, yakni mereka yang ada di dalam afiliasi dengan organisasi ke masyarakat, termasuk NU. Ormas tersebut, kata Sri Mulyani, punya banyak unit usaha yang kebutuhan kreditnya ada di level Rp 5 juta-10 juta per pengusaha.
"Operasionalisasi Rp 1,5 triliun itu dengan salurkan kredit ultra mikro melalui beberapa lembaga, karena enggak mungkin berikan langsung individual. Makanya pakai channeling seperti PT Bahana Artha Ventura, PT Permodalan Nasional Madani (Persero) melalui Program Mekaar, dan PT Pegadaian (Persero)," kata Sri Mulyani di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Kamis (26/12).
Petugas mengitung uang rupiah di salah satu gerai penukaran uang asing di Jakarta, Rabu (27/11). Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Ada Perubahan Penyaluran
Kemenkeu juga bekerja sama dengan institusi yang membimbing dan memberikan dukungan ke masyrakat peminjam ultra mikro seperti di PBNU misalnya untuk Koperasi Sidogiri. Dari alokasi Rp 1,5 triliun, total ada 5 koperasi yang sudah menerima Rp 211 miliar.
ADVERTISEMENT
Dalam menyalurkan dana tersebut, Sri Mulyani mengatakan, ada perubahan cara penyaluran. Waktu itu, PBNU meminta supaya tidak hanya menyalurkan ke Koperasi Sidogiri, karena kualitas koperasi tersebut sudah mapan dan bagus dalam mengelola bisnis. Masyarakat NU di koperasi itu telah miliki sistem pembukuan ekonomi yang sangat baik. Namun kata Sri Mulyani, tidak semua koperasi kualitasnya sebagus itu.
"Sehingga waktu itu diminta kepada kami di PBNU untuk berikan secara langsung ke masyarakat melalui pondok pesantren. Tapi karena pondok pesantren memang bukan unit kegiatan ekonomi, waktu itu kami salurkan ke beberapa individual, ternyata tidak bisa pick up. Artinya kreditnya tidak bisa membantu," ujarnya.
Selain itu, Sri Mulyani juga mendengar dari PBNU supaya dana itu bisa dihibahkan. Namun menurutnya, hal ini harus tetap memiliki tata kelola.
ADVERTISEMENT
"Kementerian Keuangan bakal akomodir tapi tetap ada rambu tata kelola karena kalau investasi kan harus roll over, tidak bisa hibah," ujarnya.
Sri Mulyani juga mengerti di level grass root ini banyak yang membutuhkan dukungan dan pendampingan. Sehingga pihaknya akan selaraskan organisasi di level tersebut untuk mendapatkan dukungan dari pemerintah, melalui akses permodalan.
"Kalau presiden sudah usahakan KUR bisa ditingkatkan, yang sekarang udah capai Rp 190 triliun bahkan bisa capai Rp 300 triliun, maka di level ultra mikro juga diperlukan untuk dapat intervensi. Tapi tantangan paling berat adalah jumlahnya banyak, volume kecil-kecil," pungkas Sri Mulyani.