news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Sri Mulyani Diminta Tetap Jalankan Simplifikasi Cukai Rokok di 2021

11 Desember 2020 18:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pegawai pabrik rokok melakukan produksi manual. Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
zoom-in-whitePerbesar
Pegawai pabrik rokok melakukan produksi manual. Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
ADVERTISEMENT
Para akademisi meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk tetap menjalankan kebijakan penyederhanaan atau simplifikasi tarif cukai hasil tembakau di 2021. Sebab hal tersebut sudah masuk dalam rencana pemerintah.
ADVERTISEMENT
Kebijakan simplifikasi struktur tarif cukai rokok tercantum pada Perpres 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Simplifikasi struktur tarif cukai juga menjadi rencana strategis Kementerian Keuangan yang tertera pada PMK 77 Tahun 2020.
“Kenaikan harga rokok di pasaran sebagai efek kenaikan cukai adalah hal yang kita harapkan, karena akan menekan konsumsi rokok, terutama pada anak-anak,” ujar Direktur Sumber Daya Manusia Universitas Indonesia (UI), Abdillah Ahsan, dalam webinar Merespons Putusan Menteri Keuangan tentang Kenaikan Cukai Rokok 2021, Jumat (11/12).
Dia pun menyayangkan kenaikan cukai sebesar 12,5 persen di tahun depan tidak diikuti dengan penyederhanaan golongan cukai. Menurut Andillah, simplifikasi tarif sangat efektif menekan konsumsi rokok.
ADVERTISEMENT
“Sayangnya, kenaikan cukai ini tidak dibarengi dengan penyederhanaan golongan cukai, sehingga industri masih sangat mungkin mengakali harga rokok bisa tetap murah di pasaran dan terjangkau anak-anak,” jelasnya.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani memberikan keterangan pers terkait APBN Kinerja dan Fakta (Kita) Agustus 2019 di Kantor Kemenkeu. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Abdillah menjelaskan, dengan pola tarif cukai rokok saat ini yang 10 layer, industri bisa mengakali hal tersebut. Menurutnya, pabrikan rokok sengaja banyak mengeluarkan produk baru demi meraup keuntungan yang lebih tinggi, sementara pengenaan cukainya rendah.
Sebab, jika perusahaan langsung memproduksi dalam jumlah besar, produk itu akan kena tarif cukai tinggi dan harganya menjadi mahal.
“Sebenarnya ini hanyalah cara industri besar memecah jumlah produksinya, agar tarif cukainya kecil sehingga produknya murah dan banyak dibeli,” kata dia.
Peneliti Pusat Kajian Jaminan Sosial (PKJS) UI, Renny Nurhasana, juga mengungkapkan pandangan yang sama. Dia menilai, simplifikasi yang tercantum dalam peraturan Kementerian Keuangan sebelumnya yang sempat dibatalkan seharusnya dapat diterbitkan kembali di masa mendatang.
ADVERTISEMENT
Simplifikasi sebelumnya tercantum Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146 Tahun 2017, yang mencanangkan tarif cukai rokok dari 12 layer di 2017 menjadi 5 layer di 2021. Namun baru setahun berjalan, kebijakan simplifikasi ini justru dibatalkan melalui terbitnya PMK Nomor 156 Tahun 2018, yang tidak lagi memasukkan penyederhanaan layer dalam ketetapan tarif cukai.
“Seharusnya pemerintah bisa kembali menerbitkan PMK seperti yang sempat dibatalkan itu tentang simplifikasi tarif cukai rokok,” kata Renny.
Sementara itu, Direktur Center of Human and Economic Development (CHED) Institut Teknologi dan Bisnis (ITB), Ahmad Dahlan, juga menyatakan dukungannya terhadap simplifikasi tarif cukai.
“Simplifikasi tetap sangat penting untuk dilaksanakan terutama untuk pengendalian tembakau,” tambahnya.