Sri Mulyani: Ekonomi Global Penuh Guncangan, 60 Negara Diramal Ambruk

11 Agustus 2022 17:07 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Keuangan, Sri Mulyani memberikan keterangan pers terkait APBN Kinerja dan Fakta (Kita) Agustus 2019 di Kantor Kemenkeu. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keuangan, Sri Mulyani memberikan keterangan pers terkait APBN Kinerja dan Fakta (Kita) Agustus 2019 di Kantor Kemenkeu. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebut kondisi perekonomian global sedang dipenuhi oleh guncangan. Bahkan 60 negara di dunia diproyeksi akan ambruk.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, pandemi COVID-19 yang belum pulih sepenuhnya ditambah lagi persoalan invasi Rusia ke Ukraina, semakin memperlemah ekonomi global.
“IMF menyampaikan ada 60 negara lebih yang menghadapi default karena biaya utang. Di berbagai negara dengan inflasi tinggi, pengetatan suku bunga/moneter akan memperlemah kondisi perekonomian dunia, dan inflasi yang tinggi adalah kombinasi yang sangat rumit dan berbahaya bagi policy maker dan perekonomian,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Kamis (11/8).
Bendahara negara ini menjelaskan, lonjakan inflasi di sejumlah negara berdampak pada aliran dana keluar atau capital outflow di negara berkembang, termasuk Indonesia.
“Volatilitas melonjak, capital outflow terjadi di negara berkembang dan emerging dan menekan nilai tukar dan meningkatkan lonjakan biaya utang,” terang Menkeu.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, ketegangan yang terjadi di China dan Taiwan juga semakin mengancam perekonomian global. "Ketegangan melonjak tinggi di Taiwan. ini pasti akan menimbulkan risiko pada disrupsi sisi supply," kata dia.
Sri Mulyani menilai, risiko perekonomian saat ini bergeser dari ancaman pandemi, menjadi risiko finansial. "Inilah yang kita sebut risiko perekonomian bergeser dari tadinya mengancam dari pandemi sekarang bergeser menjadi risiko finansial melalui berbagai penyesuaian kebijakan dan lonjakan inflasi yang tinggi, " pungkasnya.