Sri Mulyani: Indonesia Belum Resesi Teknis

5 Agustus 2020 18:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
com-Sri Mulyani Foto: dok. kemdikbud.go.id
zoom-in-whitePerbesar
com-Sri Mulyani Foto: dok. kemdikbud.go.id
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 minus 5,32 persen secara tahunan atau year on year (yoy). Kontraksi ini jauh lebih dalam dibandingkan proyeksi pemerintah maupun Bank Indonesia di kisaran 4,3 persen dan 4,8 persen (yoy).
ADVERTISEMENT
Secara kuartalan, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga minus 4,19 persen (quarter to quarter/ qtq) di kuartal II 2020. Ini merupakan kedua kalinya Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi negatif secara kuartalan. Di kuartal I 2020, perekonomian juga minus 2,41 persen (qtq).
Di negara lain, mereka dapat mengambil data pertumbuhan ekonomi kuartalan untuk menentukan resesi. Pertumbuhan ekonomi (secara kuartalan/ qtq) minus dua kali berturut-turut bisa dikatakan mengalami resesi. Hal ini disebut dengan technical recession atau resesi teknis.
Meski demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa Indonesia saat ini belum mengalami resesi teknis. Sebab, pemerintah hanya mengambil data perekonomian secara tahunan.
"Year on year belum, karena ini baru pertama kita kontraksi. Resesi dilihat yoy untuk dua kuartal berturut-turut, jadi ini pertama ekonomi Indonesia kontraksi," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers KSSK secara virtual, Rabu (5/8).
ADVERTISEMENT
Sri Mulyani pun berharap perekonomian akan kembali positif di kuartal III dan IV. Sehingga perekonomian Indonesia tak akan mengalami resesi di tahun ini.
"Ini yang sedang kita upayakan dari pemerintah dan BI, OJK, kita harap juga melakukan relaksasi semua dan kita harap dunia usaha dan stakeholder sama-sama bisa pulihkan ekonomi yang terdampak COVID-19," jelasnya.
"Kalau kuartal III kita bisa hindarkan, Insyaallah kita secara teknikal enggak resesi. Jadi bukan qtq seperti yang disebutkan," lanjutnya.
Sebelumnya, Ekonom PT Bank Permata (Tbk) Josua Pardede menjelaskan, resesi terjadi ketika Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara mengalami pertumbuhan negatif selama dua kuartal berturut-turut.
Namun untuk di Indonesia, kata Josua, perhitungan untuk menentukan resesi dinilai lebih tepat menggunakan pertumbuhan ekonomi secara tahunan, bukan kuartalan.
ADVERTISEMENT
"Untuk data PDB yang sudah dilakukan penyesuaian musiman, maka pada umumnya, resesi teknis didefinisikan sebagai pertumbuhan kuartalan mengalami pertumbuhan yang negatif dua kuartal berturut-turut," kata Josua dalam keterangannya.
Menurut Josua, mengingat data PDB Indonesia masih belum menghilangkan faktor musiman, maka resesi teknis didefinisikan sebagai pertumbuhan tahunan yang mengalami pertumbuhan negatif pada dua kuartal berturut-turut. Sehingga, dia menilai Indonesia belum resesi teknis.
"Jadi Indonesia belum technical recession. Kalau di AS, dan negara maju lainnya, qtq growth-nya sudah cyclically adjusted (penyesuaian musiman). Tapi karena perilaku konsumsi, investasi, dan perekonomian Indonesia dipengaruhi oleh faktor musiman seperti panen raya, Idul Fitri, natal, tahun ajaran baru sekolah, jadi akan tepat dan objektif kalau kita menggunakan pertumbuhan yoy (tahunan)," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Indonesia pernah mengalami resesi di 1998. Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Indonesia terkontraksi selama empat kuartal berturut-turut. Bahkan berlanjut hingga kuartal I 1999.
Berdasarkan data BPS, pada kuartal I 1998 ekonomi Indonesia minus 4,49 persen (yoy). Selanjutnya di kuartal II 1998 minus 13,34 persen (yoy), kuartal III minus 16 persen (yoy), kuartal IV minus 18,26 persen (yoy). Di kuartal I 1999, ekonomi Indonesia pun kembali minus 6,13 persen (yoy).
Resesi ekonomi pada 1998 itu terjadi akibat krisis nilai tukar yang terjadi di Thailand pada 1997 dan merembet ke negara Asia Tenggara lainnya, termasuk Indonesia. Padahal sebelumnya pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh positif. Bahkan di kuartal II 1994, ekonomi domestik sempat tumbuh 10,72 persen (yoy) dan di kuartal IV 1996 tumbuh 10,28 persen (yoy).
ADVERTISEMENT