Startup Sulit IPO? OJK Sarankan Pakai Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi

23 April 2021 17:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Layar menampilkan pergerakan perdagangan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (23/10). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Layar menampilkan pergerakan perdagangan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (23/10). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Bisnis startup digadang-gadang sebagai bisnis masa depan. Namun sebagai perusahaan rintisan, startup seringkali terkendala dalam memperoleh pendanaan. Apalagi yag skala kecil dan belum membukukan keuntungan, seringkali kesulitan menemukan investor termasuk untuk melantai di pasar modal.
ADVERTISEMENT
Melihat fakta tersebut, Direktur Pemeriksaan Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Edi Broto Suwarno, mengatakan sejatinya para perusahaan rintisan bisa menggunakan layanan urun dana berbasis teknologi sebagai alternatif pembiayaan.
"Layanan securities crowdfunding ini merupakan upaya kami untuk bisa menjembatani atau memberikan kesempatan pada startup company yang belum punya permodalan kuat untuk bisa berpartisipasi di pasar modal sehingga kita berikan alternatif sumber pendanaan," ujar Edi dalam dalam Webinar ISEI Jakarta: Securities Crowdfunding Untuk Pemulihan UMKM Pasca Pandemi, Jumat (23/4).
Menurut Edi, untuk bisa melantai di bursa maka calon emiten membutuhkan modal yang tidak sedikit. Seperti diketahui aksi korporasi berbentuk IPO ini memang dikenal cukup mahal karena ada banyak biaya yang harus dibayar sebelum perusahaan bisa meraup dana segar.
ADVERTISEMENT
“Kalau dia menggunakan akses konvensional seperti IPO misalnya, mereka akan menghadapi kendala baik itu untuk biaya profesi ataupun biaya-biaya yang lain,” ujarnya.
Hal tersebut pun seringkali sulit dipenuhi oleh perusahaan rintisan berskala kecil. Untuk itulah Edi menyarankan kepada perusahaan rintisan yang sedang membutuhkan modal kerja agar bisa menjajal layanan urun dana berbasis teknologi ini.
Menurut Edi layanan ini memang di desain untuk digunakan pelaku usaha kecil dan menengah seperti UMKM ataupun startup.
Ilustrasi berkembangnya startup dalam platform digital. Foto: Pixabay
"Layanan ini dikembangkan sebagai upaya kita meningkatkan aksesibilitas UMKM dan startup yang bergerak di sektor produktif. Yang tidak bisa difasilitasi perbankan karena butuh formalitas dan akses yang cukup prudent," ujarnya.
Namun, Edi menegaskan bahwa UMKM maupun startup yang akan memanfaatkan layanan ini juga harus bisa memastikan keberlangsungan bisnisnya di masa depan. Sebab hal ini terkait dengan efek yang ditawarkan dan akan dibeli oleh pemodal alias investor. Edi mengatakan pihaknya tidak ingin ada penerbit baik itu UMKM atau startup yang nantinya gagal bayar sehingga merugikan investor.
ADVERTISEMENT
Apalagi SCF ini didesain sebagai layanan yang cukup terjangkau bagi bisnis kecil sehingga pemodalnya pun kebanyakan adalah investor kecil. “Setiap bisnis yang akan didanai SCF ini harus diperhatikan betul prospek ke depannya sepeti apa,” ujarnya.
Meski demikian Edi memastikan bahwa sistem ini sangat memperhatikan keamanan transaksi. Apalagi SCF merupakan layanan yang berbasis digital sehingga setiap pergerakan dan transaksi terekam dengan baik. Termasuk jika terdapat potensi gagal bayar, maka hal tersebut akan dengan mudah terdeteksi dalam sistem.
"Nanti apabila ada gagal bayar, itu yang perlu dipikirkan. Tapi dengan adanya digital bisa kita deteksi di awal. Ada telat bayar, laporan sudah bisa masuk. Sehingga jangan terlalu dalam dulu masalahnya," ujarnya.