Stimulus OJK Dinilai Ampuh Jaga Stabilitas Keuangan Sepanjang 2020

16 Januari 2021 20:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso saat konferensi pers terkait dampak virus corona di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (13/3).  Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso saat konferensi pers terkait dampak virus corona di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (13/3). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kebijakan yang diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dinilai ampuh menjaga stabilitas keuangan di tengah pandemi corona selama 2020. 
ADVERTISEMENT
Dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2021, Jumat (16/1), Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, pihaknya merespons sangat cepat dengan mengeluarkan kebijakan forward looking dan countercyclical. Tujuannya untuk mengurangi volatilitas pasar dan outflow non-residen, serta menjaga stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan. 
"OJK bersama Pemerintah dan Bank Indonesia telah memberikan ruang bagi sektor riil untuk bertahan dalam menghadapi dampak pelemahan ekonomi khususnya dalam memitigasi risiko gagal bayar debitur (default) dan risiko likuiditas di pasar keuangan," kata Wimboh. 
Menanggapi hal tersebut, Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah sepakat dengan pernyataan Wimboh. Menurutnya, sektor keuangan Indonesia tetap stabil, meskipun ada penurunan penyaluran kredit atau juga laba perbankan atau asuransi.
"Terlihat di NPL yang terjaga di kisaran 3 persen, CAR yang masih di atas 20 persen, IHSG yang sudah kembali ke level sebelum pandemi, dan sebagainya. Stabilnya sektor keuangan tidak lepas dari keberhasilan OJK mengambil kebijakan yang cepat dan tepat merespons terjadinya pandemi," kata Piter.
ADVERTISEMENT
Dia melanjutkan, kebijakan-kebijakan OJK sudah terbukti efektif menjaga stabilitas sektor keuangan. Dia pun menyarankan agar kebijakan restrukturisasi kredit bisa kembali diperpanjang hingga akhir 2022. 
"Kebijakan OJK seperti restrukturisasi kredit sudah terbukti efektif menahan lonjakan NPL sekaligus menjaga ketahanan sistem perbankan. Kebijakan ini sudah tepat untuk dilanjutkan hingga tahun 2022, dalam rangka memastikan pemulihan ekonomi bisa segera diwujudkan," kata Piter. 
Ilustrasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2021, Wimboh menuturkan perekonomian domestik secara bertahap terus membaik. Hal ini didorong oleh percepatan realisasi stimulus fiskal dan perbaikan ekspor, serta kebijakan restrukturisasi kredit untuk meringankan beban masyarakat, pelaku sektor informal, dan UMKM serta pelaku usaha lainnya.
“Kebijakan-kebijakan tersebut sangat efektif sehingga perekonomian domestik secara bertahap terus membaik Selain itu, stabilitas sistem keuangan sampai saat ini masih terjaga dengan baik,” kata Wimboh.
ADVERTISEMENT
Di industri pasar modal, kebijakan pengendalian volatilitas yang dikeluarkan OJK sejak awal pandemi serta tindakan tegas pengawasan OJK telah meningkatkan kepercayaan investor. Ini tercermin dengan membaiknya IHSG di atas 6.000 pada awal 2021, dari sebelumnya terpuruk di posisi terendah di 3.937,6 pada 24 Maret 2020.
OJK juga fokus untuk meningkatkan integritas pasar dengan serangkaian kebijakan dan langkah-langkah pengawasan yang lebih tegas. Dengan integritas pasar yang lebih baik, aktivitas penghimpunan dana melalui penawaran umum relatif besar yaitu sebesar Rp 118,7 triliun dengan 53 emiten baru. Pertumbuhan emiten baru ini merupakan yang tertinggi di ASEAN. 
Di sektor perbankan, kebijakan restrukturisasi kredit hingga akhir Desember 2020 telah mencapai Rp 971 triliun atau 18 persen dari total kredit yang diberikan kepada 7,6 juta debitur UKM dan korporasi.
ADVERTISEMENT
Kebijakan itu lu  menghasilkan profil risiko perbankan yang terkendali, dengan rasio NPL gross pada level 3,06 persen dan net 0,98 persen, serta didukung oleh permodalan yang cukup tinggi dengan CAR sebesar 23,78 persen.
Sejalan dengan itu, likuiditas perbankan masih cukup memadai (ample) ditandai oleh alat likuid perbankan yang terus meningkat mencapai sebesar Rp 2.111 triliun di akhir 2020, lebih besar dibandingkan tahun 2019 sebesar Rp 1.251 triliun. 
Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh sebesar 11,11 persen (yoy), alat likuid per non-core deposit 146,72 persen, dan liquidity coverage ratio 262,78 persen. 
Sementara itu, kebijakan restrukturisasi kredit di Perusahaan Pembiayaan juga berjalan dengan baik yang mencapai Rp 189,96 triliun (48,52 persen dari total pembiayaan) dari 5 juta kontrak. Hal ini telah menjaga profil risiko Perusahaan Pembiayaan dengan NPF yang masih terkendali sebesar 4,5 persen.
ADVERTISEMENT
"Profil risiko IKNB masih terjaga dalam level yang terkendali terlihat dari Risk-Based Capital (RBC) industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 540 persen dan 354 persen, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120 persen. Begitu pun Gearing Ratio Perusahaan Pembiayaan yang tercatat sebesar 2,19 persen, jauh di bawah maksimum 10 persen," pungkas Wimboh.