Stok Masker di RNI Tinggal 50.000 Lembar, Tidak untuk Dijual

6 Maret 2020 15:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Para penumpang KAI mengenakan masker pada sosialisasi pencegahan corona di Stasiun Depok, Jumat (6/3). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Para penumpang KAI mengenakan masker pada sosialisasi pencegahan corona di Stasiun Depok, Jumat (6/3). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) atau RNI mengaku stok masker untuk kebutuhan terus menipis. Bahkan stok masker produksinya hingga saat ini hanya tersisa 50.000 lembar.
ADVERTISEMENT
Direktur Utama RNI Eko Taufik Wibowo mengatakan, normalnya BUMN yang memproduksi masker itu bisa menghasilkan 5-7 juta lembar masker untuk satu tahun. Namun akibat mewabahnya virus corona, bahan baku masker yang dari China itu kosong.
"Belum ada produksi, sisanya ratusan ribu, sekarang (sisa) 50.000an, jadi belum sempet bikin karena bahan baku dari China (kosong)," ujar Eko di Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (6/3).
Meski masih ada stok 50.000 lembar, masker tersebut tak bisa dijual. Eko menjelaskan, stok tersebut diperuntukkan bagi Kimia Farma untuk kondisi darurat.
"50.000an (sisa stok), habis itu selesai, kita jaga terus, enggak boleh jual, kecuali untuk Kimia Farma untuk emergency," jelasnya.
Penjual menunjukkan isi kotak masker dari dalam kardus kepada pembeli di Pasar Pramuka, Jakarta Timur. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Akibat bahan baku yang sulit itu, RNI juga menghentikan ekspor masker untuk kebutuhan Corporate Social Responsibility (CSR) ke luar negeri.
ADVERTISEMENT
"Kita melayani CSR dan permintaan ekspor, tidak boleh lagi ekspor dan terakhir untuk CSR BNI bagi TKI di Hong Kong, setelah itu kita tidak boleh lagi, kebutuhan masker hanya untuk Kimia Farma," kata dia.
Meski demikian, RNI akan mencari bahan baku dari negara lain. Salah satu alternatifnya adalah meminta bahan baku dari Prancis, Eropa.
“Tapi Eropa pun sampai sekarang belum kasih jawaban, dia waktu itu bilang siap kirim, ini sudah hampir sebulan responsnya nanti-nanti dulu. Walaupun risiko mahal. Tapi sampai sekarang komitmen belum detail,” kata Eko.
Menurut dia, bahan baku yang diimpor itu adalah lapisan dalam masker. Sementara lapisan luarnya, masih bisa diproduksi dalam negeri.
“Di bagian dalamnya itu, kalau kainnya sih lokal bisa, KW pun enggak masalah kalau emergency. Itu enggak bisa kita produksi,” tambahnya.
ADVERTISEMENT