Strategi Danareksa Kembangkan Perfilman RI Usai PFN Kelola Pajak Bioskop

12 Desember 2023 9:39 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Media Gathering Holding BUMN Danareksa di Lokananta, Solo Jawa Tengah, Senin (11/12/2023). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Media Gathering Holding BUMN Danareksa di Lokananta, Solo Jawa Tengah, Senin (11/12/2023). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Holding BUMN Danareksa, yang menaungi Perum Produksi Film Negara (PFN), menjelaskan rencana penguatan ekosistem perfilman Indonesia melalui terciptanya film fund atau pendanaan film dari pajak yang dikenakan terhadap tiket bioskop.
ADVERTISEMENT
Pajak film merupakan usulan Menteri BUMN Erick Thohir. Perusahaan yang pernah memproduksi film Si Unyil sekitar tahun 1980 di TVRI itu disebut akan mengelola pajak dari tiket bioskop yang rencananya akan seragam di seluruh Indonesia
Direktur Utama Danareksa, Yadi Jaya Ruchandi, menuturkan film fund yang akan dikelola PFN mencontoh praktik yang telah dilakukan di luar negeri, maupun pembiayaan yang sudah ada di Indonesia seperti tourism fund.
"Apakah nanti dalam bentuk aturan, imbauan, atau dalam bentuk apa pun, tapi yang pasti sedang dipikirkan bagaimana memastikan film fund bisa mendukung dan memastikan ekosistem perfilman Indonesia bisa sustain ke depannya," ucapnya saat Media Gathering di Lokananta, Solo, Senin (11/12).
Pengenaan pajak film bukan hal baru karena berbagai negara juga menerapkannya. Prancis misalnya, memiliki CNC atau Le Centre national du cinéma et de l'image animée (Pusat Film dan Video Nasional). Lembaga di bawah Kementerian Kebudayaan Prancis ini, menjadi pengelola dana dari pajak film.
ADVERTISEMENT
Lembaga serupa juga terdapat di Korea Selatan (Korsel) yang bernama KOFIC atau Korean Film Council. Di negeri K-Pop tersebut, pemerintah mengenakan pajak film sebesar 10 persen. Dari total penerimaan pajak, sekitar 3 persen-nya dikelola oleh KOFIC untuk produksi dan promosi film Korea.
Yadi menjelaskan, film fund akan memastikan ekosistem perfilman di Indonesia berjalan secara berkelanjutan. Meski demikian, dia menyebutkan skema atau bentuk pengelolaannya belum ditetapkan oleh pemerintah.
"Bentuknya apa sampai saat ini saya belum terinfo bagaimana inisiatif pemerintah, dari sisi kami beberapa inisiatif sudah kita jalankan supaya memastikan PFN ini strategis dalam ekosistem perfilman Indonesia," tuturnya.
Direktur Investasi Danareksa, Chris Soemijantoro, menambahkan PFN akan diposisikan menjadi film financing company untuk membantu menggerakkan Industri film di Indonesia. Dalam hal ini, PFN akan dibantu oleh bank BUMN atau himpunan bank negara (Himbara).
ADVERTISEMENT
"Kalau film fund ini sedang diskusi, sudah ada beberapa komitmen dari perbankan yang ingin melakukan pendanaan," terang Chris.
Selama ini, lanjut Chris, banyak sekali sineas-sineas dalam negeri yang tidak mendapatkan platform pendanaan untuk memproduksi film dan berkembang alakadarnya. Menurutnya, pemerintah ingin PFN bisa turut membiayai talenta-talenta tersebut.
"Caranya mungkin dengan mengkurasi dari berapa film akan mereka coba biayai tapi tidak semuanya dan mereka akan seleksi bersama-sama investor yang ingin masuk ke sana," ungkap dia.
Chris mengakui biasanya BUMN memiliki aset film yang bagus namun terganjal masalah perizinan. Untuk mengatasi hal tersebut, PFN akan menyediakan suatu platform sebagai fasilitator perizinan produksi film.
Ilustrasi kursi di bioskop XXI Foto: pujislab/Shutterstock
Platform tersebut, kata dia, bekerja sama dengan PT Telkom Indonesia (Persero) dan sedang dalam tahap pilot project. Dia berharap peluncuran platform tersebut bisa dilakukan di tahun depan.
ADVERTISEMENT
"Di luar negeri itu kalau mau masuk itu gampang karena biaya yang terbesar daripada itu adalah kepastian untuk dibuatnya film, nah PFN ini akan membuat platform tersebut untuk menjadi bagian industri film agar mereka dapat mengembangkan filmnya," jelas Chris.
Sebelumnya, Erick Thohir bicara mengenai rencana pemerintah yang akan mengatur penyamarataan pajak film di Indonesia. Selama ini pajak film yang dikenakan ke tiket bioskop menjadi porsi pajak daerah yang diatur dengan Perda (Peraturan Daerah).
Segmen pajak tersebut masuk kategori pajak hiburan, yang juga dikenakan ke tempat karaoke, spa, dan tempat hiburan lainnya. Setiap Pemda mengenakan pajak yang berbeda, berkisar 10 persen hingga 15 persen.
"Iya bisa saja (tarif tiket sama). Tapi kan begini, kalau kita lihat film, movie theater, bioskop, hari ini kita lihat kan pemasukan terbesarnya dari film nasional. Kenapa bisa masuk sampai daerah tingkat dua? Artinya produksi filmnya harus distabilkan," kata Erick saat ditemui di DPR, Senin (4/12).
ADVERTISEMENT
Erick berharap dengan standardisasi pajak bioskop ini bisa mengangkat industri film nasional tumbuh 64 persen dari market share dan mendorong pemasukan pajak yang lebih besar. Pajak tersebut nantinya akan masuk ke pendanaan film nasional.