Stunting Bisa Turunkan PDB Indonesia hingga 3 Persen Tiap Tahun

29 Maret 2022 10:33 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Presiden Ma'ruf Amin memberikan testimoni peresmian Monumen Pengabdian Dokter Indonesia. Foto: Dok.KIP
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Presiden Ma'ruf Amin memberikan testimoni peresmian Monumen Pengabdian Dokter Indonesia. Foto: Dok.KIP
ADVERTISEMENT
Kasus stunting atau masalah pertumbuhan pada anak masih menjadi permasalahan serius yang dihadapi Indonesia. Bank Dunia bahkan mengungkapkan bahwa stunting menimbulkan kerugian ekonomi sebesar 2-3 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau mencapai Rp 300 triliun tiap tahun.
ADVERTISEMENT
Selain itu, anak yang mengalami kondisi stunting pun ketika dewasa berpeluang mendapatkan penghasilan 20 persen lebih rendah dibandingkan dengan anak yang tidak mengalami stunting.
Berdasarkan data Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) 2021, Selasa (29/3), prevalensi stunting saat ini masih berada pada angka 24,4 persen atau 5,33 juta balita di Indonesia.
Wapres Ma'ruf Amin menegaskan, permasalahan stunting mendesak untuk diatasi, karena kerugian yang ditimbulkannya tidak sedikit, salah satunya terkait kualitas SDM. Stunting, katanya, menyebabkan penurunan kecerdasan dan kemampuan kognitif, serta terganggunya metabolisme tubuh sehingga rentan terhadap penyakit tidak menular seperti jantung dan diabetes.
“Semuanya itu akan menurunkan produktivitas di masa depan, sementara keunggulan SDM adalah kunci mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan visi Indonesia maju,” ujar Ma'ruf Amin saat Rapat Kerja Nasional ke-3 Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia Tahun 2022.
Dokter memeriksa keadaan fisik seorang anak yang mengalami stunting di Desa Bokong, Taebenu, NTT. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Wapres mengatakan, ada banyak faktor yang berkontribusi pada upaya penurunan stunting, di antaranya kesehatan lingkungan, terutama terkait sanitasi dan ketersediaan air minum layak.
ADVERTISEMENT
Pemerintah menargetkan stunting turun hingga 14 persen pada tahun 2024. “Artinya, dalam kurun waktu sekitar dua tahun ke depan, kita harus bisa menurunkan prevalensi stunting hingga lebih dari 10 persen,” kata Wapres.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan, ada tiga penyebab langsung terjadinya stunting, yaitu asupan gizi yang kurang, masalah kesehatan ibu, dan pola asuh yang tidak baik.
“Penyebab utamanya itu asupan gizi yang kurang secara kronis terus menerus dan jangka panjang, (ibunya) sering sakit-sakitan, dan (pola) asuhannya tidak baik. Ibu hamil yang tidak sehat, anemia, kekurangan vitamin D, kekurangan asam folat itu peluang anaknya stunting jadi lebih besar. Begitu juga ibu hamil yang terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering hamil, terlalu banyak anaknya, ini juga menjadikan faktor stunting,” ujar Hasto.
ADVERTISEMENT
Selain penyebab langsung, Hasto juga menjelaskan penyebab tidak langsung stunting yaitu lingkungan yang buruk, seperti rumah yang tidak higienis, sanitasi air kurang baik, minim air bersih, dan jamban yang kurang layak. Menurut Hasto, kondisi lingkungan yang tidak higienis menimbulkan berbagai penyakit seperti Tuberkulosis (TBC) yang akan menghambat pertumbuhan berat dan tinggi badan.
“Minimnya air bersih membuat anak mudah sakit karena lingkungannya tidak sehat. Selain itu imunisasi yang tidak sempurna juga membuat anak mudah sakit, sehingga terjadi stunting,” jelasnya.
Untuk mengatasi permasalahan stunting, BKKBN merencanakan program konvergensi yang memungkinkan sinergisitas antar kementerian dan lembaga terkait. Upaya ini merupakan langkah nyata untuk mewujudkan program pemerintah yang menargetkan angka stunting turun menjadi 14 persen pada 2024.
ADVERTISEMENT
“BKKBN mengerahkan namanya konvergensi yang melibatkan Kementerian dan Lembaga terkait. Misalnya Kementerian PUPR memperbaiki sanitasi, Kementerian Pertanian menyediakan pangan, Kementerian Kesehatan memfasilitasi penelitian dan pelayanan, dan lainnya," tambahnya.