Subsidi Gaji Disetop, Daya Beli Masyarakat Diramal Kembali Anjlok

2 Februari 2021 14:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi uang rupiah. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi uang rupiah. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Penghentian program subsidi gaji bagi para pekerja dinilai akan menambah tekanan pada daya beli masyarakat. Program bernama Bantuan Subsidi Upah (BSU) ini dinilai paling ampuh mengatasi daya beli masyarakat golongan menengah ke bawah.
ADVERTISEMENT
Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy mengatakan, daya beli masyarakat saat ini memang masih rendah. Salah satu indikatornya adalah inflasi inti yang masih sangat rendah.
Selama Januari 2021, inflasi inti hanya 1,56 persen (yoy). Angka ini bahkan terendah sejak 2004.
“Tanpa adanya BSU saja kita bisa melihat memang pola daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah ke bawah belum sepenuhnya pulih,” ujar Yusuf kepada kumparan, Selasa (2/2).
Menurut dia, program subsidi gaji yang tidak dilanjutkan itu menjadi pertanyaan. Sebab menurutnya, jika pemerintah ingin mendorong pemulihan ekonomi, maka daya beli harus didorong.
“Seharusnya bantuan pemerintah yang berkaitan dengan upaya menjaga daya beli dipertahankan. Dan BSU ini merupakan salah satu di antaranya,” jelasnya.
Infografik Subsidi Gaji Cair. Foto: Hod Susanto/kumparan
Menurut Yusuf, program subsidi gaji salah satu bantuan sosial yang dinilai ampuh. Polanya juga terukur, di mana data penerima terintegrasi dengan data BPJS Ketenagakerjaan maupun perbankan.
ADVERTISEMENT
“Secara penyalurannya ini menjadi lebih mudah dipertanggungjawabkan, karena menggunakan data dari BPJS ketenagakerjaan yang sudah terverifikasi. Data ini seharusnya bisa di cross tab dengan bantuan lain yang disalurkan pemerintah,” kata Yusuf.
Jika pemerintah kembali melanjutkan program subsidi gaji, Yusuf menilai, perlu dilakukan perbaikan dan jangkauan penerima yang lebih luas. Dengan perbaikan-perbaikan tersebut, program subsidi gaji dinilai bisa mendorong konsumsi dan pemulihan ekonomi tahun ini.
Selama kuartal III 2020, konsumsi rumah tangga masih mengalami kontraksi atau minus 4,04 persen (yoy). Angka ini membaik dari kuartal sebelumnya yang minus 5,52 persen (yoy).
Sementara di kuartal IV 2020, pemerintah memperkirakan konsumsi rumah tangga semakin membaik, berada di kisaran minus 3,6 persen hingga minus 2,6 persen. Sehingga selama setahun penuh di 2020, konsumsi rumah tangga diperkirakan minus 2,7 persen hingga minus 2,4 persen.
ADVERTISEMENT
“Sebaliknya, potensi pemulihan konsumsi rumah tangga akan menjadi lebih kecil jika bantuan ini betul-betul dihilangkan. Sebuah langkah yang kurang bijak, apalagi kembali kepada konteks misalnya proses pemulihan ekonomi,” tambahnya.