Sudah Disarankan WHO, Simplifikasi Tarif Cukai Rokok Jadi Diterapkan 2021?

20 Oktober 2020 16:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus. Foto: AFP/PIERRE ALBOUY
zoom-in-whitePerbesar
Kepala WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus. Foto: AFP/PIERRE ALBOUY
ADVERTISEMENT
Pemerintah hingga kini belum menentukan kebijakan terkait cukai hasil tembakau atau cukai rokok di tahun depan. Padahal, Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) telah merekomendasikan pemerintah Indonesia untuk menaikkan tarif cukai rokok sebesar 25 persen setiap tahun.
ADVERTISEMENT
Selain itu, WHO juga merekomendasikan pemerintah untuk melakukan penyederhanaan atau simplifikasi tarif cukai rokok menjadi 5 layer untuk mengurangi konsumsi rokok di Tanah Air dan mendorong penerimaan negara.
“Tidak hanya tarif cukai yang penting, struktur cukai juga berpengaruh. Di Indonesia struktur cukainya sangat kompleks selama bertahun-tahun dan ini tidak sesuai dengan praktik terbaik dalam kebijakan cukai tembakau,” ujar Head of Fiscal Policies for Health Unit-Health Promotion Department WHO Quarter, Jeremias N Paul, dalam webinar AJI Jakarta: Teka-Teki Cukai di Masa Pandemi, Jumat (16/10).
Merespons hal tersebut, Kepala Sub Bidang Cukai Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Sarno, memastikan bahwa pemerintah akan melakukan simplifikasi tarif cukai rokok itu hingga 2020. Namun, dia mengisyaratkan simplifikasi itu belum akan dimulai pada tahun depan.
ADVERTISEMENT
“Karena amanah RPJMN 2020-2024, tahun depan, kita masih punya waktu,” jelasnya kepada kumparan.
Barang bukti rokok yang ditindak oleh Bea Cukai di Kantor Ditjen Bea Cukai, Jakarta Timur, Jumat (25/10/2019). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Sarno menjelaskan, ada sejumlah pertimbangan otoritas fiskal sebelum menentukan kebijakan tarif cukai rokok di 2021. Kondisi industri yang tertekan di tahun ini karena adanya pandemi corona, juga membuat pemerintah semakin hati-hati untuk membuat kebijakan cukai rokok.
“Tapi kan kami harus tahu kondisinya juga, bagaimana bisa membuat kebijakan yang arahnya tetap mengendalikan konsumsi tapi tidak sangat membebani,” kata Sarno.
“Sekarang kondisinya kita konsen pada pengendalian, tapi kita memperhatikan juga hampir semua industri terdampak semua, termasuk tembakau,” kata dia.
Sebelumnya, WHO mengatakan bahwa kebijakan cukai tembakau sebaiknya bersifat spesifik dengan struktur cukai yang sederhana. Hal ini akan membuat keterjangkauan masyarakat terhadap rokok makin rendah.
ADVERTISEMENT
Dalam bahan paparannya, Paul menuturkan, dengan kenaikan tarif cukai rokok 25 persen tiap tahun dan simplifikasi cukai rokok menjadi sebanyak 5 layer, maka potensi penerimaan dari cukai rokok ini bisa sebesar Rp 254,8 triliun di 2022.
“Struktur cukai tembakau yang kompleks merusak tujuan penerimaan negara dan kesehatan masyarakat. Dan pada saat yang sama, gagal melindungi sektor padat karya dan pasar sigaret kretek tangan yang kini makin tenggelam karena perubahan preferensi pasar,” kata Paul.
WHO juga mendorong agar penerapan kebijakan cukai tembakau sebaiknya dilaksanakan secara efektif, demi tujuan kesehatan maupun penerimaan negara.
“Penerimaan negara yang meningkat dapat menjadi fasilitas dan investasi yang lebih tepat untuk meningkatkan jaminan kesehatan nasional dan kehidupan petani dan pekerja,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Bank Dunia juga pernah menyatakan bahwa penyederhanaan struktur tarif cukai tembakau dapat menjadi salah satu solusi bagi negara untuk mencapai tujuan kesehatan masyarakat, khususnya di masa pandemi COVID-19.
“Salah satu cara menavigasi kesehatan masyarakat di masa pandemi adalah dengan memiliki sistem kesehatan yang mumpuni,” tulis laporan Bank Dunia ‘The Long Road to Recovery.’
Apalagi selama pandemi COVID-19, belanja negara untuk pelayanan kesehatan sangat besar. Selain itu, utang negara juga harus dikelola secara baik.
“Navigasi ekonomi terkait kurva utang negara harus dikelola dengan cara mengeleminasi subsidi pada sektor tertentu dan meningkatkan pendapatan negara melalui reformasi, dengan meningkatkan pajak tembakau, plastik, dan produk tinggi gula,” tulis laporan tersebut.
ADVERTISEMENT