Ilustrasi Asuransi Jiwasraya

Sudah Maret 2020, Bagaimana Penanganan Nasabah Jiwasraya?

3 Maret 2020 10:12 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Asuransi Jiwasraya. Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Asuransi Jiwasraya. Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
ADVERTISEMENT
Pemerintah berjanji akan membereskan persoalan gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya (Persero) sebelum akhir Maret 2020. Namun hingga saat ini, belum diumumkan skema untuk membayar dana nasabah yang telah jatuh tempo sejak tahun lalu itu.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan draf yang diterima kumparan, salah satu opsi untuk membayar dana nasabah JS Saving Plan yang telah jatuh tempo itu adalah Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 15 triliun.
Direktur Riset Center of Reforms on Economics (CORE) Piter Abdullah menjelaskan, langkah bail out itu dinilai tepat untuk menangani kasus Jiwasraya. Solusi ini dinilai paling efektif karena paling cepat menambah likuiditas.
“Saya sejak awal memang menyampaikan solusi Jiwasraya adalah bail out. Solusi ini yang paling tepat, karena tidak ada solusi lain,” ujar Piter kepada kumparan, Selasa (3/3).
Direktur CORE, Piter Abdullah. Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan
Dia melanjutkan, solusi yang ditawarkan Kementerian BUMN untuk membuat anak usaha hingga menjual aset dinilai terlalu lama, sementara kewajiban Jiwasraya terhadap para nasabahnya terus membengkak.
ADVERTISEMENT
“Solusi lain yaitu melikuidasi Jiwasraya, juga tidak menyelesaikan masalah, karena kewajiban Jiwasraya juga tetap harus dibayar. Di sisi lain likuidasi akan memunculkan masalah lain yang justru lebih besar,” jelasnya.
Piter melihat, pemerintah dan otoritas terkait seharusnya berani menyelesaikan masalah likuiditas Jiwasraya terlebih dahulu, mengingat nasib ribuan nasabah yang telah dirugikan.
"Dukungan kepada pemerintah dan manajemen baru untuk menyehatkan kembali perusahaan. Tentu manajemen baru ini harus jelas track record nya," ucap Piter.
Sementara itu, Pengamat BUMN dari Lembaga Manajemen FEB UI Toto Pranoto menjelaskan, rekam jejak seluruh BUMN perlu diselidiki saat ini. Hal tersebut bertujuan agar kasus seperti Jiwasraya tak terulang lagi.
"Jangan sampai jadi preseden buruk imbas ke BUMN lain. Saya rasa kasus ini jangan cuma berhenti di lima orang pengurus Jiwasraya yang ditangkap, tapi usut hingga ke akar dan kecurigaan lainnya," kata Toto.
ADVERTISEMENT
Dia bilang, pemeriksaan saat ini masih kepada para tersangka manipulasi investasi dan pelaku trading saham. Sedangkan pelaku di level penerima dana dan manipulasi belum terungkap.
"Padahal sudah sejak awal Jiwasraya telah di-warning oleh lembaga pengawas dalam hal ini pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK), namun kenapa pemilik membiarkan sehingga bisa terjadi penggelapan seperti sekarang?" katanya.
Dia juga meminta pengawasan ketat terus dilakukan, baik di level industri (OJK), pemilik (Kementerian BUMN), maupun auditor negara (BPK) untuk bisa serius dan berjalan optimal, guna mencegah hal serupa.
"Alert system di lembaga pengawasan seperti OJK lebih ditingkatkan, sehingga bisa langsung mendeteksi BUMN yang bermasalah. Terakhir, proses law enforcement di BUMN ditegakkan tanpa pandang bulu," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Ketua Panja Jiwasraya Aria Bima menjelaskan, hingga saat ini belum ada kejelasan langkah penyehatan apa yang akan dipilih pemerintah dan Panja. Seluruh opsi itu nantinya akan diputuskan dalam rapat gabungan bersama dengan komisi lainnya di akhir Maret 2020.
"Boleh saja kalau opsi Rp 15 triliun apa penanaman modal negara, apa holdingisasi, apa rights issue. Nanti keputusan setelah reses kan tanggal 28 (Maret),” katanya.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, hingga saat ini seluruh opsi yang diajukan pemerintah ke Panja itu masih berupa usulan. Belum ada keputusan opsi mana yang akan diputuskan.
Dia pun tak memungkiri adanya opsi PMN sebesar Rp 15 triliun ke Jiwasraya.
“Tapi opsi-opsi itu kita arahkan memang nanti bagaimana opsi yang terbaik untuk keadilan masyarakat. (PMN Rp 15 triliun) belum,” katanya.
Ilustrasi gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Foto: Anggi Dwiky Darmawan/kumparan
Berdasarkan data OJK, aset industri asuransi (asuransi jiwa, asuransi umum, reasuransi, dan asuransi wajib) juga tumbuh positif 5,91 persen (yoy) dari Rp 862,8 triliun pada 2018 menjadi Rp 913,8 triliun pada Desember 2019. Jika dimasukkan BPJS, aset industri asuransi menjadi Rp 1.370,4 triliun.
ADVERTISEMENT
Sementara nilai aset asuransi Jiwasraya tercatat sebesar Rp 22,03 triliun atau hanya sekitar 1,6 persen dari total aset industri asuransi.
Sejak 2018, OJK juga telah menjalankan program transformasi di Industri Keuangan Non Bank (IKNB), yang mencakup antara lain perbaikan penerapan manajemen risiko, meningkatkan governance, serta menambah pelaporan kinerja investasi kepada otoritas dan publik.
Tindakan dan pemberian sanksi pada IKNB antara lain pemberian sanksi denda kepada 164 kegiatan usaha, pembatasan 37 kegiatan usaha, dan pencabutan 31 izin usaha.
Kebijakan pengaturan dan pengawasan itu dijalankan sesuai fungsi, tugas, dan wewenang di Undang-undang OJK untuk mengatur dan mengawasi kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara terpadu, independen dan akuntabel.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten