news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Sudah Monopoli Bisnis Listrik Tapi Masih Rugi, Begini Penjelasan PLN

19 Juni 2020 18:28 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi gardu listrik PLN. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gardu listrik PLN. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
PT PLN (Persero) menjadi satu-satunya perusahaan yang menjual listrik ke masyarakat seluruh Indonesia. Dengan kata lain, bisnis penjualan listrik dimonopoli PLN.
ADVERTISEMENT
Meski hanya ada satu perusahaan yang menguasai bisnis penjualan listrik nasional, tapi PLN masih tetap menghadapi kerugian hingga Rp 38,88 triliun pada kuartal I 2020. Kok bisa?
Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN, Bob Saril, menjelaskan perusahaan merugi karena banyak operasional PLN menggunakan dolar Amerika Serikat. Ketika rupiah tertekan dolar AS hingga menyentuh Rp 16.000, perusahaan harus menelan selisih kerugian kurs.
"Selisihnya itu menjadi beban operasi perusahaan," kata dia dalam dalam diskusi live kumparan update corona, Jumat (19/6).
Bertambahnya beban operasi perusahaan ini berpengaruh pada biaya produksi listrik PLN yang lebih mahal ketimbang harga jual atau tarif listriknya ke masyarakat. Sejak 2017, pemerintah belum menaikkan tarif listrik golongan rumah tangga.
ADVERTISEMENT
Beban operasional PLN juga bertambah jika melihat tarif listrik pada golongan 450 VA. Sebab sejak 2003, tarifnya tak naik, masih Rp 450 per kWh, jauh dari biaya produksi listrik sekitar Rp 1.500 per kWh.
"Itu saking murahnya listrik di Indonesia. Tapi pemerintah bantu dengan subsidi. Biaya produksi listrik kita Rp 1.500, itu selisihnya disubsidi pemerintah. Jadi, karena ada subsidi, kita enggak merugi sebab ditanggung pemerintah (khusus untuk tarif)," terangnya.
Untuk tahun lalu, subsidi listrik yang diperoleh dari pemerintah pun naik dari Rp 11,52 triliun pada kuartal I 2019 menjadi Rp 12,89 triliun di Januari-Maret 2020.
Lebih lanjut, Bob Saril menegaskan bahwa tugas utama PLN sebagai BUMN adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat, bukan sekadar mengejar laba. "Yang penting melayani masyarakat," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Direktur Utama PLN, Zulkifli Zaini, mengungkapkan penyebab meruginya perusahaan pada tiga bulan pertama tahun ini. Menurut dia, kurs rupiah yang melemah terhadap dolar AS sejak virus corona mulai masuk ke Indonesia.
Ilustrasi gardu listrik PLN. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Zulkifli menjelaskan, nilai tukar rupiah saat itu sempat menyentuh Rp 16.367 per dolar Amerika Serikat. Merosotnya rupiah membuat perusahaan wajib mencatat selisih kurs dalam pembukuannya sesuai Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 10.
"Perlu kami sampaikan akhir Maret 2020 terjadi pelemahan nilai tukar terhadap mata uang asing akibat sentimen negatif dan lain-lain. Jadi, itu adalah rugi accounting akibat selisih kurs," kata dia dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR, Rabu (17/6).
Dalam laporan keuangan perusahaan kuartal I 2020 disebutkan, untuk periode tiga bulan yang berakhir 31 Maret 2020 dan 2019 (Tidak Diaudit), kerugian terbesar berasal dari tertekannya kurs rupiah terhadap dolar AS.
ADVERTISEMENT
Total rugi kurs mata uang asing mencapai Rp 51,97 triliun. Sebagai pembanding, pada kuartal I 2019 PLN mencatatkan keuntungan kurs mata uang asing sebesar Rp 4 triliun.
Sementara jumlah beban usaha PLN naik menjadi Rp 78,79 triliun dari Rp 73,635 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Kenaikan beban usaha terutama berasal dari biaya pembelian tenaga listrik yang meningkat 29,47 persen dari Rp 19,95 triliun di kuartal I 2019 menjadi Rp 25,83 triliun pada kuartal pertama tahun ini.
Meski begitu, pendapatan usaha perusahaan naik. Penjualan tenaga listrik di 3 bulan pertama 2020 mencapai Rp 70,24 triliun, sementara di periode yang sama tahun lalu Rp 66,84 triliun.
Pendapatan dari penyambungan pelanggan bertambah menjadi Rp 1,83 triliun dari sebelumnya Rp 1,607 triliun. Begitu juga pendapatan lain-lain sebesar Rp 622,61 miliar yang lebih baik dibanding Rp 463,32 miliar pada kuartal I 2019 lalu.
ADVERTISEMENT