Suku Bunga Kredit Tinggi Jadi Alasan Biaya KPR di Indonesia Mahal?

5 November 2022 14:37 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja menyelesaikan pembangunan perumahan. Foto: ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja menyelesaikan pembangunan perumahan. Foto: ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
ADVERTISEMENT
Kebijakan Bank Indonesia (BI) kembali menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 basis poin (bps), dari sebelumnya 3,75 persen menjadi 4,25 persen, dinilai akan berdampak pada semakin mahalnya biaya KPR.
ADVERTISEMENT
Chief of Economist PT Sarana Multigriya Finansial (SMF), Martin Daniel Siyaranamual, mengatakan suku bunga kredit perbankan Indonesia memang lebih tinggi dibandingkan negara lainnya. Hal ini membuat bunga KPR menjadi lebih mahal.
"Kenapa bisa terjadi? Ini yang menjadi pertanyaan penting untuk mereka yang punya wewenang atau otoritas dalam konteks pasar keuangan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI) itu harus cari tahu, kenapa suku bunga KPR bisa sangat tinggi," ujar Martin kepada kumparan di Sanggar Genjah Arum Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat (4/11).
Menurut dia, salah satu penyebabnya adalah kompetisi yang ada pada pasar pinjaman KPR. Pemerintah juga harus memperhatikan penentuan suku bunga kredit.
"Kalau pemerintah baik itu otoritas fiskal, otoritas moneter dan OJK mampu membereskan masalah terkait suku bunga, artinya ada satu isu yang terselesaikan, yaitu affordability," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Seorang bocah bermain sepeda di kawasan perumahan subsidi pemerintah di Perumahan Sasak Panjang 2, Tajur Halang, Bogor, Jawa Barat, Rabu (17/2/2021). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
Martin mengungkapkan, penyaluran KPR di Indonesia masih menggunakan dana jangka pendek yang berasal dari dana pihak ketiga (DPK), yaitu tabungan masyarakat. Untuk itu, pemerintah harus memastikan ketersediaan dana jangka panjang.
Menurut Martin, sektor perumahan memang dinilai masih kecil sehingga dampak negatif yang ditimbulkan akibat goncangan ekonomi dan kenaikan suku bunga tidak begitu terasa.
Namun apabila hal ini terus dibiarkan, ia memprediksi ketika sektor perumahan berkontribusi cukup besar terhadap perekonomian nasional, maka dampak negatif yang ditimbulkan akan besar.
"Missmatch ini makin berbahaya. Jadi sumber dana jangka pendek untuk pembiayaan proyek-proyek jangka panjang," ujarnya.
Di sisi lain, Ia juga menceritakan kondisi Indonesia pada tahun 1998 di mana terjadi Asian Financial Crisis. Saat itu, Indonesia terpukul sangat keras, karena pengelolaan perekonomiannya yang tidak hati-hati atau tidak prudent.
ADVERTISEMENT
"Salah satu prudential itu ya proyek jangka panjang dibiayai oleh dana jangka panjang," ujarnya.