Survei: 54 Persen Milenial di DKI Ingin Tinggal di Apartemen

5 Maret 2020 13:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang pengendara melintasi apartemen DP 0 % Klapa Village, Jakarta. Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Seorang pengendara melintasi apartemen DP 0 % Klapa Village, Jakarta. Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Sebanyak 54 persen milenial berminat tinggal di hunian vertikal atau apartemen di pusat kota Jakarta. Angka tersebut merupakan hasil survei Jakarta Properti Institute (JPI).
ADVERTISEMENT
Mereka menggunakan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif, melibatkan 300 responden serta 50 informan wawancara dengan rentang usia 19-39 tahun. Survei dilakukan sepanjang Oktober-November 2019 di 5 kota administratif Provinsi DKI Jakarta.
“(Sebanyak) 54 persen berminat tinggal di apartemen di pusat kota Jakarta. Generasi milenial lebih siap tinggal di hunian vertikal,” kata Direktur Program JPI Mulya Amri dalam paparan ‘Minatkah Milenial terhadap Hunian Vertikal?' di Sequis Tower, Jakarta, Kamis (5/3).
Mulya kemudian menjelaskan ragam alasan generasi muda ini menyatakan ketertarikan tinggal di apartemen. Sebagian besar mengaku karena lebih praktis dan dekat dengan pusat kota. Apalagi jika hunian itu memiliki akses ke transportasi publik yang memudahkan mobilitas mereka.
Dalam survei tersebut juga didapatkan data bahwa sebanyak 82 responden memiliki kemampuan mencicil terbatas di angka Rp 3 juta. Bahkan, hampir setengahnya menginginkan cicilan Rp 1 juta.
ADVERTISEMENT
“(Sebanyak) 82 persen responden memiliki kemampuan mencicil yang terbatas di angka Rp 3 juta. Lebih tepatnya, 54 persen ingin membayar Rp 1-3 juta dan 28 persen kemampuan membayarnya di bawah Rp 1 juta per bulan,” ujarnya.
Hal itu kemudian berdampak terhadap banyaknya milenial yang berminat itu akhirnya masih ragu-ragu untuk mengambil apartemen. Sebab, kebanyakan hunian vertikal yang tersedia di Jakarta, baik dibangun oleh pemerintah maupun oleh swasta, tidak bisa dicicil dengan rentang harga tersebut.
Jakarta Properti Institute merilis survei mengenai minat milenial terhadap hunian vertikal, di Sequis Tower Jakarta, Kamis (5/3). Foto: Muhammad Darisman/kumparan
“Contohnya apartemen swasta di daerah Kemayoran dipatok Rp 380-667 juta. Dengan harga jual tersebut, nilai cicilannya sekitar Rp 3,8-6,6 juta per bulan untuk tenor 15 tahun, ini di luar kemampuan cicilan 82 persen responden milenial di atas,” bebernya.
ADVERTISEMENT
Atas dasar itu, JPI menyarankan agar pemerintah lebih memperbanyak lagi hunian vertikal dengan cicilan yang bisa dijangkau, seperti Rusunami Klapa Village di Jakarta Timur. Langkah ini, kata Mulya, juga mampu mendorong 46 persen milenial lainnya yang menyatakan tidak berminat atas alasan tak mampu membayar.
Lebih lanjut, ia mengusulkan agar pemerintah memanfaatkan lahan di atas pasar milik Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
“Di negara lain banyak rumah susun dibangun di atas pasar BUMD. Kita identifikasi beberapa pasar, Pasar Mampang, Kebon Melati, ada Mede,” tuturnya.
Langkah itu dinilai mampu menekan harga hunian karena biaya konstruksi bisa dibebankan kepada developer. Adapun alasan lain mereka enggan tinggal di apartemen, kata Mulya, adalah masalah batas waktu kepemilikan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB). Masa berlaku HGB yang hanya 30 tahun dinilai terlalu singkat.
ADVERTISEMENT
“Sebagai perbandingan, State Lands Act Singapura menetapkan angka waktu kepemilikan apartemen 99 tahun. Kebijakan itu bakal menarik minat mereka untuk tinggal di hunian vertikal,” pungkas Mulya.