Syarat Tak Punya Tunggakan BPJS Bisa Bikin Subsidi Gaji Salah Sasaran?

21 Juli 2021 22:10 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah buruh pabrik di Jalan Industri. Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah buruh pabrik di Jalan Industri. Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
ADVERTISEMENT
Kementerian Ketenagakerjaan mengusulkan pekerja yang dirumahkan atau kena potong gaji di masa PPKM Darurat dapat bantuan subsidi gaji Rp 500 ribu per bulan. Bantuan upah tersebut akan diberikan untuk selama dua bulan yang dibayar sekaligus.
ADVERTISEMENT
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan para karyawan yang ingin mendapatkan bantuan ini harus terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan dan aktif membayar iuran setiap bulan yang dibayarkan perusahaan. Itu artinya, perusahaan tidak boleh menunggak iurannya.
"Peserta yang membayar iuran dengan besaran iuran yang dihitung berdasarkan upah di bawah Rp 3,5 juta sesuai dengan upah terakhir yang dilaporkan pemberi kerja kepada BPJS Ketenagakerjaan," kata Ida dalam konferensi pers Tindak Lanjut Arahan Presiden RI terkait Perkembangan Terkini Penerapan PPKM, Rabu (21/7).
Adapun total pekerja yang dirumahkan atau upahnya dipotong yang akan menerima subsidi gaji totalnya sebanyak 8,8 juta orang. Anggaran yang disiapkan oleh pemerintah sebesar Rp 8,8 triliun.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan, bantuan subsidi upah yang diberikan pemerintah selama dua bulan ke depan ini bertujuan baik, meringankan beban bekerja yang gajinya dipotong atau dirumahkan namun tidak di-PHK. Tapi, syarat yang diajukan bisa berpotensi bikin subsidi gaji ini salah sasaran.
ADVERTISEMENT
"Kalau hanya yang aktif bayar (iuran), maka berpotensi salah sasaran hanya ke perusahaan besar dan menengah yang terdampak sedang-ringan," kata dia saat dihubungi kumparan, Rabu (21/7).
Menurut dia, justru pekerja di perusahaan yang tadinya lancar bayar iuran BPJS Ketenagakerjaan, lalu tiba-tiba tidak aktif itulah yang perlu diutamakan karena menjadi salah satu indikator bahwa tingkat keparahan dampak ke pekerjanya lebih berat.
Buruh linting rokok beraktivitas di salah satu pabrik rokok di Blitar, Jawa Timur, Kamis (25/3/2021). Foto: Irfan Anshori/Antara Foto
Untuk menghindari subsidi gaji salah sasaran, Eko mengusulkan agar syarat perusahaan tidak memiliki tunggakan iuran BPJS Ketenagakerjaan dihapus. Karena sangat mungkin saat ini yang aktif bayar iuran mendapat windfall profit akibat pandemi.
Jadi, menurut dia, indikator pemberian subsidi gaji bukan berdasarkan keaktifan perusahaan membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan, tapi dilihat tingkat keparahannya.
ADVERTISEMENT
"Maksud kebijakan itu mungkin baik, yang patuh dan aktif yang ditolong duluan, tapi nanti bisa tidak optimal karena yang terparah sehingga sampai tidak bisa aktif bayar iuran lah yang harusnya didahulukan," terangnya.
Sementara itu, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah, berpendapat lain. Menurut dia, terlalu dini jika disimpulkan perusahaan yang taat membayarkan iuran BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerjanya, diartikan perusahaan lancar sehingga tidak tepat menerima bantuan.
"Itu kesimpulan terlalu dini menyatakan kalau perusahaan lancar Bayar BPJS Ketenagakerjaan maka kondisi perusahaan sehat," ujarnya.
Piter cenderung sependapat dengan Kemnaker, jika perusahaan yang pekerjanya layak dibantu selama ini tertib melaksanakan program BPJS Ketenagakerjaan dan saat ini mengalami kesulitan keuangan untuk membayar upah pekerjanya karena pandemi.
ADVERTISEMENT
"Dua Hal ini harus menjadi persyaratan secara bersamaan," katanya.